Monday 7 April 2014

Pikirkan Kembali Semuanya

Masih terngiang kata-kata Ustdz Aidil Heryana, seorang Caleg DPR RI dari PKS untuk Dapil Papua dipertemuan singkat malam itu.
"akhi, saya tahu perjuangan disini berat, seandainya ada 50 saja suara untuk kita di Pegungan Tengah ini dan suara yang 50 itupun juga dihilangkan maka nanti dihadapanNYA kita sudah ada jawaban untuk mempertanggungjawabkan usaha kita dalam memilih pemimpin yang baik."

Papua merupakan termasuk daerah yang rawan kecurangan dalam pemilu, jadi bukan hal yang aneh jika suara-suara bisa dimanipulasi dengan seenaknya. bisa dalam 1 TPS 100% kertas suara tercoblos atau bahkan yang mencoblos lebih banyak dari jumlah DPT yang ada dan disini itu suatu hal yang lumrah.

Terkadang saya juga berpikir untuk apa ikut mencoblos, untuk apa ikut DS jika halnya seperti itu. tapi mengingat taujih singkat ustd Aidil saya tetap berusaha semaksimal yang saya bisa bantu.

hari sabtu kemarin saya bertemu dengan pak Haji yang sering bertemu di Mesjid, saya salami beliau. kesempatan untuk sekalian DS pikirku.
"pak Haji ntar milihkan?.
"insyallah pak dokter, siapa kira-kira yang bagus?.
"saya ada rekomendasi nih pak Haji, nanti saya antar profilenya ke rumah ya pak."
"ah gak usah pak dokter, saya ikut pilihan pak dokter saja. apa yang menurut pak dokter baik, insyallah itu baik. meski sedikit kecewa dengan kasus yang menimpa PKS kemarin tapi saya masih lebih percaya PKS.' ujar beliau

alhamdulillah ternyata penilaian orang-orang yang saya temui masih kebanyakan berpikir postif dan punya harapan yang baik pada partai yang sering dibully media ini.

terimakasih buat teman-teman ikhwah yang sudah membantu DS, kita semua punya harapan yang sama agar Negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang amanah, dipimpin oleh orang-orang soleh. kalau bukan itu untuk apa kita bersusah payah mengetuk pintu ke pintu, mengetuk hati-hati yang sudah kehilangan harapan, mengajak mereka berpikir kembali akan pilihan antara golput dan memilih. kalau bukan sebuah harapan akan Negeri Madani untuk apa kita sendiri merogoh kantong-kantong kita untuk memperbanyak profil sang caleg yang kita perjuangkan, membeli sendiri bensin kenderaan kita, toh kita buka tataran pengurus partai, toh kita bukan salah satu caleg yang berlaga, toh kita juga bukan sedang mengusung anggota keluarga kita untuk duduk di senayan. ya hanya satu harapan kita untuk hari esok yang lebih baik.

masih ada waktu untuk memikirkan kembali pilihan-pilihan kita, kita bukan memilih jajaran para malaikat untuk duduk di senayan sana dan bukan juga ajang pertarungan para iblis sehingga kita menjadi antipati dengan demokrasi. apapun keputusan kita antara memilih dan tidak, pastinya kursi kosong itu akan diisi, ntah itu yang duduk sebuah kebaikan atau sebuah keburukan. pilihan ditangan anda.

Bersama anak-anak Ingusan (bag 2)

Ciri khas anak-anak wamena memang sepertinya melekat dengan ingusan, tidak bersandal dan kudisan, apalagi mereka yang masih tinggal di Honai mudah sekali terserang ISPA karema ventilasi yang kurang ditambah banyaknya asap di dalam Honai yang memang sengaja untuk menghangatkan tubuh karena udara pegunungan yang dingin. ada 20an anak-anak muslim yang ikut TPA yang kami bina tak satupun memakai sandal, sepulang belajar wudhu saya sempat bilang ke mama alif.
"Kak, mereka gak punya sendal atau gak mau make sendal."
"mereka gak punya sendal dokter."
"iya sudah semoga kita nanti ada rejeki biar kita belikan sendal, agar gak kotor lagi klo mau shalat."
jarak antara mesjid dan sungai sangat memungkinkan menginjak kotoran Wam (Babi) klo tidak pakai sendal.
anak-anak Wamena juga trkenal dengan kepolosannya, kadang membuat kita tertawa tapi seringkali kita miris, bagaimana klo kita terlahir seperti mereka akankah kita bisa bertahan sekuat anak-anak ini.
suatu ketika saat saya masih kerja di salah satu Puskesmas Kabupaten Yahukimo, salah satu kabupaten pemekaran Jayawijaya, di sore menjelang magrib saya duduk bercerita dengan Hendrikus di teras rumah. anak ini paling rajin membantu saya selama tinggal disana, biasanya tiap hari dia menanyakan apakah air di bak mandi saya masih ada. klo bak mandi lagi kosong dia akan mengisinya sampai penuh, untunglah ada dia yang selalu bantu saya selama tinggal disana.
seperti biasa sore ini kami bercerita tentang Indonesia, tentang pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke, bercerita tentang benua-benua besar dan mencoba mengajaknya sejenak untuk keliling dunia.
" kaka dokter, Sumatera itu sebelah mananya Papua ya?.
" Klo Papua merupakan pulau yg paling Timur Indonesia, Sumatera itu Pulau yang paling Barat." jawabku. pengen sebenarnya ada peta klo lagi cerita-cerita seperti ini biar dia lebih mudah mengerti. kadang juga cerita kami gak nyambung, seringkali anak-anak Papua apalagi yang belum pernah keluar Papua merasa klo satu-satunya Negeri itu adalah Papua dan itulah tanah yang paling luas.
" Jakarta itu dimana dokter?.
" Jakarta itu di Pulau Jawa....." ya Allah anak sebesar ini malah belum tahu ibu kota Negaranya sendiri bagaimana mungkin sikap Nasionalisme mereka bisa tumbuh sedangkan Negeri sendiri belum mereka kenali.
saya terangkan pulau-pulau terbesar, sepertinya ia bingung. saya ambil beberapa benda kemudia meletakkannya di lantai...
" ini Sumatera, disebalhnya pulau Jawa...nah kita punya Jakarta disini, di atasnya Jawa ada Pulau Kalimantan, terus disebelahnya ada Sulawesi, terus papua disini deh." sambil saya meletakkan sebuah pena sebagai pulau Papua.
"klo dokter punya rumah?.
" klo dokter punya rumah disini." sambil saya menunjukkan kotak korek api yang saya jadikan Pulau Sumatera. sepertinya dia sedikit mengerti.
" dokter.....'
Hendrikus tiba-tiba memecah keheningan.
" Obama itu hebat ya, bisa jadi presiden Amerika."
" ho oh...presiden pertama kulit hitam." jawabku seadanya
" kok hebat ya dokter, orang Papua bisa jadi Presiden Amerika."
sontan saya terpingkal-pingkal.....
"hah? siapa yang bilang begitu?." perut saya terasa sakit menahan tawa
"kawan-kawan yang bilang dokter, katanya Obama lahir di Jayapura." jawabnya serius
" waduh...obama itu bukan orang Papua. jadi gini, orang kulit hitam itu bukan hanya dari Papua, ada yang dari Afrika, terus ada yang lahir juga di Amerika."
"Afrika itu dimananya Indonesia dokter?.
jadi panjang deh cerita.........
tapi saya senang sekali dengan keingintahuannya yang sangat tinggi. setiap malam biasanya dia datang ke rumah untuk belajar. membaca belum lancar apalagi menghitung padahal Hendrikus sudah SMP. disini memang sebuah pemandangan yang biasanya anak-anak SMA belum bisa baca hitung. mereka rajin ke sekolah, ntar pas pulang ditanyain belajar apa di sekolah.
"guru tidak datang dokter."
miris memang setiap kali mendengar klo guru tidak datang padahal mereka sudah berjam-jam menempuh perjalanan menuju sekolah dengan berjalan kaki tanpa alas kaki.
tidak mudah untuk menjadi mereka bertahan dalam banyak kekurangan, tapi di mata mereka selalu ada harapan.
tugas kitalah yang masih peduli untuk berbagi....

Sunday 6 April 2014

Bersama anak-anak Ingusan

" bang kita jadi ke Hitigima ngajar ngaji anak-anak? dengar-dengar Wamena lagi tidak aman" sms dari dr.Dewi baru saja masuk di HPku. belum sempat saya balas smsnya kemudian BBM dan SMS dari dr.Ira hampir bernada sama juga masuk " bang, kita minggu depan saja ke Hitigima bang,Kata perawat lagi nggak aman."

" insyallah gak pa pa. kita tawakkal saja, segala sesuatunya Allah yang menentukan insyallah kita tetap berangkat."

terakhirnya saya balas lagi sms mereka. "klo begitu biar abang saja yang berangkat dengan Ghazali ke sana."

saya berpikir kasihan sekali anak-anak disana klo kita gak datang, mereka pasti sudah menunggu, pertemuan sekali seminggu itu adalah hal yang sangat mereka nantikan. ingat wajah-wajah lucu mereka saat melihat kita dengan mata yang berbinar menjadikan semua ketakutan tidak ada artinya.

mengajar anak-anak di Papua adalah niat yang sudah lama ingin saya kerjakan, pernah menawarkan kepada kawan2 tapi tanggapan mereka kurang begitu bersemangat, akhirnya bertemu dengan dr.Ira yang seide.
" ya sudah bang kita jalani saja dulu, biar kita ke sana. nanti klo sudah jalan insyallah kawan-kawan yang lain juga bakal tertarik untuk ikut." katanya menyemangati. memang benar sekarang ada dr.Ghazali dan dr.Dewi yang ikut mengajari anak-anak Papua di perkampungan Hitigima.

sekitar setengah jam perjalanan dengan motor melewati beberapa longsoran dan lumpur di jalanan akibat hujan deras akhirnya kami sampai di Hitigima. beberapa anak-anak sudah menunggu kami di pintu gerbang yang lain ternyata sudah pulang karena mungkin kami yang kelamaan datang, tapi jam ditanganku  masih menunjukkan pukul setengah tiga WIT.

anak-anak ingusan ini ( memang benar-benar ingusnya pada naik turun ^_^). mengerumini saya dan dr.Ghazali di Mesjid. ada yang ingusnya sudah mengering, ada yang bau pesing dan tak satupun yang memakai alas kaki. kaki mereka menebal akibat tak kemana-mana tidak pakai sendal. beberapa anak-anak bergelayut di tanganku, ada yang merapat. ( nih anak-anak pasti mau permen he he he...).
"Ustadz dokter, si Saron tidak datang, dia pemalas."
"dia sakit kah?." tanyaku
"lek, dia pemalas jadi."
"Akbar mana?."
" dong juga pemalas."
"ah tidak boleh malas-malas e."

sesuai rencana hari ini kita mengajarkan anak-anak untuk berwudhu, berhubung air ke Mesjid gak mengalir terpaksa kita harus berjalan ke sungai yang jaraknya sekitar 200 meter untuk belajar Wudhu.
anak-anak berlarian mendahului menuju sungai. Si Dani yang dari tadi mengejar-ngejar si Ali sudah jauh berada di depan kami. si Ali biasanya baru sekedar ikut-ikutan untuk belajar, seringnya tidak fokus karena mengganggu yang lain, wajar saja dia yang paling muda diantara yang lainnya masih sekitar 4 tahun. ingusnya naik turun, hampir jatuh ditariknya lagi kencang-kencang.

Mamanya alif sebagai penanggungjawab Muslim disini mengikuti kami di belakang sesekali ia meneriaki anak-anak yang kejar-kejaran.
tak seperti biasanya beberapa bapak-bapak berseragam berdiri di pinggir jalan yang kami lewati, tertulis "POLICE" di bajunya dan dilengannya seperti lambang bintang david. di dalam kompleks honai banyak orang yang berkumpul. saya perlambat langkah menunggu mamanya Alif.
"Kaka, ada duka kah?.
"ah tidak dok, itu anggota Papua Merdeka, mereka lagi ada perayaan."
"OPM?." tanyaku pelan
"iya dok."
saya sapa bapak-bapak berpakaian seragam tersebut. "sore bapa."
"soreee..." timpal mereka sambil membalas senyumku. padahal sebenarnya agak khawatir juga berjalan melewati kerumunan ini.
" Kaka, Muslimnya tidak pernah diganggukah." tanyaku
"tidak dok."
alhamdulillah kekhawatiran sedikit mulai berkurang, saya susul anak-anak memepercepat langkah menuju sungai.
sebagian yang sudah agak besar-besar dibimbing sama dr.Ghazali, yang masih kecil-kecil saya bimbing.
"Ali, buang ingusnya dulu." susah payah ia berusaha membuangnya, akhirnya saya relakan juga tangan ini untuk membantu membuang ingusnya dari hidungnya.

*bersambung ^_^