Perubahan Fisiologis pada ibu
hamil dapat memicu atau memperburuk terjadinya asma, namun pada beberapa kasus
juga ditemukan ibu hamil yang menderita asma mengalami perbaikan selama
kehamilan. Akan tetapi mekanisme pemicunya belum jelas. Asma bisa muncul atau
kambuh pada wanita hamil yang tidak pernah memiliki riwayat gejala asma sejak
kecil. Pada sebuah penelitian 330 wanita hamil dengan Asma sebanyak 35 %
mengalami perburukan selama hamil. 11-18 % wanita hamil dengan asma akan masuk
ruang emergency karena serangan asma akut dan 62 % dari itu memerlukan
perawatan di rumah sakit. Asma berat lebih cenderung memburuk selama kehamilan
daripada asma ringan. Akan tetapi pada beberapa kasus asma ringan juga dapat
memburuk selama kehamilan.
Di Australia pada wanita yang
menderita asma lebih dari 50% mengalami kekambuhan pada saat hamil. Insiden asma
dalam kehamilan berkisar antara 4-7% dari seluruh kehamilan. Di USA pada tahun
1997 prevalensi ibu yang mengalami serangan asma selama kehamilan pada usia
18-44 Tahun antara 3,7-8,4%. Turner at
al melakukan penelitian pada 1054 ibu hamil dengan asma, mendapatkan 29 % kasus
membaik selama kehamilan, 49 % tetap pada saat hamil, dan 22 % memburuk selama
kehamilan.
Pada sebuah tinjauan didapatkan
bahwa asma memburuk kemungkinan pada trimester ke dua dan ketiga dan puncaknya
pada bulan ke enam kehamilan. Akan tetapi 90 % tidak mengalami serangan asma
pada saat persalinan.
Wanita hamil dengan asma harus
diberikan konseling tentang pentingnya tetap melanjutkan obat-obatan asma
selama kehamilan agar terkontrol dengan baik.
Perubahan Sistem Pernafasan
selama kehamilan disebabkan
1. Perubahan
Hormonal
Volume tidal
akan mengalami peningkatan dari 450 ml menjadi 600 ml sehingga terjadi
peningkatan ventilasi permenit. Peningkatan tidal volume ini diduga karena
pengaruh dari peningkatan progesterone pada wanita hamil terhadap resistensi
saluran nafas dan meningkatkan sensititas pusat pernafasan terhadap
karbondioksida.
2. Faktor
mekanik
Semakin bertambah
usia kehamilan maka abdomen juga semakin besar terutama pada trimester ke dua,
kondisi ini akan menekan diafraghma sehingga menurunkan FRC. Pola nafas akan
berubah dari pola abdominal menjadi pernafasan torakal. Sehingga kondisi ini
akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Gejala Asma
Mulai dari wheezing hingga
terjadi bronkokontriksi yang berat. Jika terjadi hipoksia ringan maka akan
dikompensasi dengan hiperventilasi. Jika semakin berat akan terjadi kelelahan
yang akan mengakibatkan terjadinya retensi CO2.
Gagal Nafas
-
Asidosis, hiperkapnia -> pernafasan yang
dalam-> otot2 asesoris akan ikut bekerja
-
Denyut jantung akan lebih cepat, takikardia dan
pulsus paradoksus
-
Ekspirasi yang memanjang
-
Sianosis sentral
-
Gangguan kesadaran
Manifestasi klinis
-
Sesak nafas
-
Adanya wheezing
-
Batuk dimalam hari karena pengaruh dingin
-
Mengeluh tidak bisa tidur
-
Rasa nyeri di dada
-
Batuk dengan mucus yang kental
Derajat Asma
1. Pertama
: pemeriksaan klinik normal, hanya apabila ada pencetus seperti debu atau
stress akan timbul sesak ( wheezing)
2. Kedua
: pasien sudah mulai mengeuh karena sesak dan pada pemeriksaan fungsi paru
ditemukan adanya obstruksi jalan nafas.
3. Ketiga
: pada pemeriksaan fisik maupun fungsi paru ditemukan adanya tanda2 obstruksi
jalan nafas.
4. Keempat
: penderita mengeluh sesak, batuk dan nafas berbunyi. Pada pemriksaan fisik
maupun spirometri akan dijumpai tanda2 obstruksi jalan nafas
5. Kelima
: keadaan yang parah dan darurat , serangan akut dan kadang-kadang memerlukan
perawatan ICU
Sedangkan menurut NAEP ( National
Asthma Education Program ), asma dibagi menjadi :
1. Asma
Ringan -> gejala singkat kurang dari 1 jam, eksaserbasi biasanya terjadi
kurang dari 2 kali dalam 1 minggu. Apabila aliran O2 kurang dari 80 % tidak
akan membahayakan.
2. Asma
Sedang -> Asma kambuh lebih dari 2 kali dalam seminggu, terjadi gangguan
aktifitas. Kadang kambuh bisa sampai berhari-hari. Kemampuan volume ekspirasi
antara 60-80%
3. Asma
Berat -> Gejala terus menerus sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Kemampuan
volume ekspirasi < 60% , diperlukan terapi kortikostreoid untuk
menghilangkan gejala.
Patofisiologi
Reaksi antigen antibody ->
mediator inflamasi ( Bradikinin, leukotrin, prostaglandin, tromboksan
,dll)-> Otot polos saluran nafas edema ->penyempitan sal. Nafas dan
bronkokonstriksi-> hipersekresi mucus-> Asma (Wheezing), Sesak->
Hipoventilasi -> Hipoksemia, hiperkapni dan Asidosis.
Pada kasus Non alergik
Hamil -> Progesteron dan
Kortisol meingkat -> Vasodilatasi bronkus -> Asma
Perubahan aktifitas saraf aferen
Vagal -> Bronkokontriksi -> asma
Tatalaksana selama kehamilan dan
persalinan
Penanganan penderita asma selama
kehamilan untuk menjaga agar ibu hamil sebisa mungkin bebas dari serangan asma
selama hamil.
Pemeriksaan monitor
Ibu hamil dengan asma sebaiknya
memeriksakan diri setiap bulan untuk melihat kondisi fungsi paru, menanyakan
gejala, frekuensi serangan, serangan asma pada malam hari, gejala yang
berhubungan dengan kegiatan.
Dilakukan juga pemeriksaan USG
untuk melihat perkembangan janin intrauterine.
Hindari factor pencetus
Hindari factor pencetus seperti
debu, rokok, bulu binatang, polusi dan udara dingin
Pendidikan
Pada ibu hamil harus diberikan
pengetahuan tentang asma, cara menghindari factor pencetus dan anjuran meminum
obat secara teratu. Mengajarkan tindakan apa jika muncul serangan.
Medikasi
1. Inhalasi
kortikosteroid ( Budesonide)->Dilaporkan pada ibu hamil bahwa inhalasi
kortikosteroid bisa mencegah terjadinya eksaserbasi.
2. Oral
Kortikosteroid -> pemberian kortikosteroid secara sistemik dilaporkan bisa
menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoscizis terutama pemberian pada
trimester 1 sebanyak 0,1-0,3 % . Pemberian secara sistemik juga dilaporkan
menyebabkan meningkatkan angka kejadian Preeklampsia, berat badan lahir bayi
rendah dan premature, namun ini belum bisa dipastikan apakah penyebabnyadari
penyakit asmanya sendiri atau obat2an yang diminum
3. Short
acting Broncodilator -> direkomendasikan Albuterol
4. Long
acting B agonist -> salmetrol dan
Fotmetrol
5. Theophylinne
-> sebagai terapitambahan untuk inhalasi kortikosteroid
6. Antihistamin
-> efek untuk alergi yang menyebabkan asma
7. Dekongestan
-> terapi synmpomatik untuk alergi sal. Nafas atas
8. Immunoterapi
-> diberikan secara regular untuk mengurangi sensitivitas terhadap allergen
Persalinan
Manajemen Obstetri
Untuk persalinan normal dapat
dilakukan induksi dengan oksitosin dan juga untuk mengurangi perdarahan. Dapat diberikan
intravaginal atau intracervical gel yang tidak akan menyebabkan bronkospasme. Umumnya
gejala asma berkurang bahkan menghilang pada saat persalinan.
Manajemen Operasi
Anestesi harus melakukan evauasi
terhadap fungsi paru ibu, menanyakan serangan asma, obat-obat yang diminum
selama hamil. Tanyakan secara detail tentang :
1. Kapan
terakhir menderita infeksi saluran nafas
2. Factor
alergi
3. Factor
pencetus terjadinya asma
4. Pemakaian
obat termasuk obat yang dipakai saat terjadinya serangan asma
5. Kejadian
sesak nafas pada saat malam dan pagi
Pada kasus asma berat harus
diperiksa BGA dan test fungsi paru
Manajemen perioperative
1. Inhalasi
B2 agonist -> terapi bronkospasme
2. Prednisolone
40-60 mg perhari atau hidrokortison 100 mg/8 jam/iv . jika FEV1 kurang dari 80%
harus diberikan kortikosteroid
3. Antibiotic
untuk infeksi
4. Koreksi
cairan -> pemberian dosis tinggi B2 agonist akan menyebabkan Hiperkalemia
dan hipermagnesemia
5. Propilaksis
dengan Cromolyn -> mencegah degranulasi sel mast dan mencegah pelepasan
mediator inflamasi
6. Lakukan
chest fisioterapi
7. Cor
pulmonale harus diterapi
8. Berhenti
merokok untuk mengurangi karboksihemoglobin
Pemilihan Teknik Anestesi
Hiperreaktivitas bronkial pada
asma merupakan resiko akan terjadinya bronkospasme perioperative. Kejadian
ancaman kematian pada waktu anestesi antara 0,17-4,2 % . dengan anestesi umum
tanpa intubasi atau dengan intubasi akan menyebabkan penurunan tonus palatal
dan otot faring karena penurunan dari volume paru dan bertambahnya sekresi
dinding saluran nafas. Pada asama sebaiknya dihindari perangsangan daerah
saluran nafas karena dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas .
Anestesi Umum
Apabila tidak dapat melakukan
regional anestesi maka dilakukan anestesi umum dengan memberikan propilaktif antibiotic
dan tindakan anestesi umum dilakukan karena keadaan emergency.
Anestesi umum tidak boleh dikerjakan
apabila :
-
Pada ibu yang tidak puasa
-
Ada gastroesofageal reflux
-
Ibu yang sangat obesitas
-
Ada bowel obstruksi
-
Gastroparesis
Sebaiknya tidak dilakukan
intubasi jika memungkinkan , apabila perlu intubasi harus dilakukan :
-
Tekan cricoid pada saat intubasi
-
Hindari aspirasi
-
Berikan B2 agonist nebulizer sebelum intubasi
Induksi
-
Dengan short acting hipnotik sedative : oxy
lebih baik dari thiobarbiturate karena sedikit pelepasan histamine
-
Ketamine cocok tetapi tidak disenangi
-
Propofol cocok dan disenangi
Neuromuscular blok
-
Menyebabkan pelepasan histamine
-
Diberikan secara pelan-pelan
-
Secara umum aman
-
Vecuronium, rocuronium pancuronium aman
-
Pemberian atracurium dan mivacuronium harus
hati2 karena dapat menyebabkan bronkokonstriksi tergantung dosis yang dipakai.
-
Hindari reverse, karena neostigmine dapat
menimbulkan bradikardi dan bertambahnya sekresi
Gas Anestesi
-
Hindari pemakaian Ether-> iritasi saluran
nafas
-
Halotan, sevofluran dan desflurane sangat baik
untuk bronkodilator, sevoflurane kurang mengiritasi saluran nafas. Jadi pilihan
terbaik adalah sevoflurane
Regional anestesi
Bisa dilakukan spinal anestesi
atau epidural anestesi karena regional anestesi lebihbaik daripada anestesi
umum pada asma.
Epidural anestesi
-
Dapat mengurangi kebutuhan oksigen (oksigen
consumption) dan ventilasi permenit selama kala 1 dan 2
-
Sangat baik untuk penderita asma
-
Pemberian 2% lidokain pada epidurale kontiniu
dapat menghilangkan wheezing secara bertahap dan hilang setelah 155 menit.
Spinal anestesi
-
Ada gangguan motoric
-
Tindakan lebih mudah dibanding epidural
-
Kadang terjadi sakit kepala
Pada penelitian didapatkan pada
ibu asma yang dilakukan SC mengalamikeamtian 1:2500 dan persalinan pervaginame
1: 10000.
( Sumber : Anestesi Obstetri, Asthma in pregnancy, Healthy pregnancy for
women with asthma)