Saturday 21 January 2017

Anesthesi pada Kehamilan Ektopik Terganggu


Pendahuluan 

kasus 
seorang pasien Perempuan 25 Tahun berat 46 kg rujukan dari rumah sakit swasta dengan curiga kehamilan ektopik terganggu.
pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah sejak pagi, sekitar 10 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri terus menerus. 
pasien mengaku telat haid sejak sekitar 3 bulan yang lalu. pasien dibawa kerumah sakit swasta dan diperiksakan laboratorum Hb 11 pada pukul 16.00 WIB, sekitar pukul 21:00 WIB laboratorium diulang kembali dan Hb nya 9,1. hemodinamik TD 90/50 mmhg, nadi 105 x/menit dan perfusi dingin. saturasi 98-99 % dengan O2 21 %. GCS 456. produksi urin 70-80 cc/jam. dirumah sakit sebelumnya telah diberikan infus RL 1000 ml. 

Kehamilan ektopik adalah ketika kehamilan tumbuh di luar Rahim. Kehamilan ektopik merupakan kejadian yang agak jarang terjadi. Namun bagaimanapun,kejadian kehamilan ektopik semakin meningkat dalam 2 dekade terakhir. Karena kemajuan diagnostuik, sekarang kehamilan ektopik dapat didiagnosis dalam 6 minggu pertama kehamilan sebelum pecah. Namun, jika tanpa diagnosis dan pengobatan maka kehamilan ektopik merupakan kejadian yang mengancam jiwa.
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan penyebab 1 dari 200 (5-6%) mortalitas maternal di negara maju.Dengan 60.000 kasus setiap tahun atau 3% dari populasi masyarakat, angka kejadian KET di Indonesia diperkirakan tidak jauh berbeda dengan negara maju, menurut WHO. Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir abortus, dan sekitar 16% kematian dalam kehamilan dikarenakan perdarahan yang dilaporkan disebabkan kehamilan ektopik yang pecah.
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pemeriksaan kadarβ-hCG (Human Chorionic Gonadotropin) penting untuk memastikan kehamilan. Hormon ini dapat dideteksi paling awal pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan pada urin ialah 20–50 IU/L.Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan HCG menurun dan menyebabkan tes negative.
Kuldosintesis ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat darah dalam kavum douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa:
- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium yang pecah.
 - Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang appendiks yang pecah (nanah harus dikultur).
 - Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk .
Kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi dari kehamilan ektopik, dapat dibedakan menjadi kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan servikal, kehamilan inraligamenter, dan kehamilan abdominal.
Kehamilan Tuba. Kehamilan tuba meliputi >95% yang terdiri atas: pars ampularis (55%), pars ismika (25%), pars fimbriae (17%), dan pars interstisialis (2 %). Setelah sel telur dibuahi di bagian ampula tuba, maka setiap hambatan perjalanan sel telur ke dalam rongga rahim memungkinkan kehamilan tuba. Kehamilan Ovarial. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan ektopik. Kehamilan ovarial dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf yang beru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium.1Diagnosis kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni (1) tuba pada sisi kehamilan harus normal; (2) kantong janin harus berlokasi pada ovarium; (3) kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium; (4) jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin.Pada kehamilan ovarial biasanya terjadi ruptur pada kehamlan muda dengan akibat perdarahan dalam perut.Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi ruptur; ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran, yang terdiri atas jaringan ovarium yang mengandung darah, vili korialis, dan mungkin juga selaput mudigah. Kehamilan servikal. Kehamilan servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kanalis servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian.Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Kehamilan intraligamenter. Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau kehamilan ovarial yang mengalami ruptur dan mudigah masuk di antara 2 lapisan ligamentum latum. Kehamilan abdominal. Kehamilan ini terjadi satu dalam 15.000 kehamilan, atau kurang dari 0,1% dari seluruh kehamilan ektopik. Kehamilan abdominal ada 2 macam yaitu primer , dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain misalnya di dalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya berpindah ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari tempat asalnya.Tatalaksana pada pasien ini adalah direncakan dilakukannya laparatomi. Sebelum tindakan operatif dilakukan stabilisasi terhadap keadaan klinis pasien yaitu pemberian cairan, oksigenasi  untuk menstabilkan kondisi pasien. Sikap terhadap kasus ini adalah rencana laparatomi. Dalam menangani kasus kehamilan ektopik, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
Salpingektomi dapat dilakukan dalam beberapa kondisi, yaitu kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok; kondisi tuba buruk, terdapat jaringan parut yang tinggi risikonya akan kehamilan ektopik berulang; penderita menyadari kondisi fertilitasnya dan mengingini fertilisasi invitro, maka dalam hal ini salpingektomi mengurangi risiko kehamilan ektopik pada prosedur fertilisasi invitro; penderita tidak ingin mempunyai anak lagi.
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah pernah dicoba ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini adalah: (1) kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah, (2) diameter kantong gestasi ≤4 cm, (3) perdarahan dalam rongga perut ≤100 ml, (4) tanda vital baik dan stabil. Obat yang digunakan ialah metrotrexate 1 mg/kg IV dan faktor sitovorum 0,1 mg/kg IM, berselang-seling setiap hari selama 8 hari.Methotrexate (MTX) merupakan pilihan terapi medisinal lini pertama pada kehamilan ektopik yang belum terganggu dan kondisi hemodinamik stabil.
Usia. Sebagian besar wanita mengalami kehamilan ektopik berumur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Berdasarkan bebrapa penelitian menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi angka kejadian KET yaitu 4 kali lebih besar diatas usia35 tahun. Ras.Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada wanita kulit putih.Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih banyak ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. Paritas. Insiden kehamilan ektopik meningkat seiring dengan pertambahan paritas.Kejadian ini lebih banyak terjadi pada multipara. Tingkat Pendidikan. Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatannya selama kehamilan bila dibanding dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
Sosioekonomi. Derajat sosio ekonomi masyarakat akan menunjukkan tingkat kesejahteraan dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima pelayanan kesehatan.
Riwayat Penyakit Terdahulu. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah infeksi, tumor yang mengganggu keutuhan saluran telur, dan keadaan infertil. Riwayat kontrasepsi. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), rasio kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi.
Menurut WHO perdarahan pada kasus obstetric terjadi pada  3,7 dalam 1000 kelahiran dan mengalami komplikasi sebanyak 10,5 % dan lebihdari 50% nya mengalami kematian ibu.
Diagnosis perdarahan pada kasus obstetric merupakan sebuah tantangan, karena :
-          Kehilangan darah dapat disembunyikan
-          Sulit dihitung karena dilusi dengan cairan ketuban
-          Perubahan fisiologis kehamilan dapat menutupi tanda-tanda klinis normal hypovolemia.
Aliran darah dari ibu ke plasenta sekitar 700-900 ml/menit sehingga perdarahan terjadi cepat dan dapat mengajdi ancaman jiwa.
Perubahan fisiologis selama kehamilan :
Kardiovaskular
1.       Denyut jantung meningkat sampai 25%
2.       Tekanan darah ( Sistolik menurun sebesar 8 %, Diastolik sebesar 20 %)
3.       Volume darah meningkat 35 %
4.       Cradiac output meningkat 40 %
5.       Vena statis ( kompresi aorta cava)
6.       Sistemik resitence vascular berkurang 15-20%
Darah
1.       Hb menurun sampai 2 g/dl
2.       Leukositosis relative
3.       Gestasional trombositopenia
4.       Fibrinogen meningkat
5.       Serum albumin menurun
Paru
1.       Berkurangnya Volume residual paru, ERV dan FRC
2.       Peningkatan volume cadangan inspirasi, TV dan Kapasitas inspirasi
3.       Tidak ada perubahan dalam VC dan TLC
Saluran Kencing
1.       Peningkatan GFR sampai 150%
2.       Eksresi protein
Prinsip- prinsip penanganan perdarahan pada kasus obstetric mencakup kecepatan dan ketepatan dalam mendiagnosis, resusitasi yang cepat, pengobatan penyakit yang mendasari. Stategi manajemen akan ditentukan oleh pertimbangan kondisi ibu dan kondisi janin. Resusitasi pada ibu akan memperbaiki kondisi janin, segera menilai keparahan perdarahan berdasarkan tanda-tanda klinis pada pasien.
Perdarahan %
Tanda klinis
Derajat shock
<15 o:p="">

-
-
20%-25%
Takikardi <100x menit="" o:p="">

Hipotensi ringan
Vasokontriksi perifer

Ringan
25%-35%
Takikardi 100-120x/menit
Hypotensi 80-100
Oligouria
Gelisah
Sedang
>35%
Takikardi >120X/menit
Hipotensi Sistolik <60 o:p="">

Anuria

Berat


Akibat dari perdarahan
-          Penurunan perfusi ke jaringan
-          Penurunan oksigenasi ke jaringan
-          Asidosis metabolic
-          Pernurunan perfusi organ dan gagal organ
Manajemen perdarahan
1.       Jaga jalan nafas
2.       Oksigenasi
3.       Pasang Iv line resusitasi pasang 2 atau lebih
4.       Tatalaksana penyebabnya
Berikan aliran oksigen yang kuat, posisikan pasien lateral kiri untuk mengurangi penekanan aorto –kava dan untuk membantu perfusi ke uterus. Pasang IV line yang besar ukuran 16-atau 18 G, pasang dua atau lebih .usahakan semua cairan yang diberikan selama resusitasi dihangatkan. Jika perdarahan dengan kehilangandarah >20 % sebaiknya berikantransfusi darah, jika perdarahan <20 3-4="" berikan="" bisa="" cukup="" dan="" darah.="" diberikan="" jumlah="" kali="" kehilangan="" koloid="" kristaloid="" kritaloid="" o:p="" saja.="">
Pasien harus segera dilakukan tindakan operasi jika perdarahan masih berlanjut, lakukan monitoring yang ketat terhadap hemodinamik pasien. Segera berikan pengganti volumedarahyang hilang. Sementara berikan kritaloid dan koloid sampai darah tersedia pertimbangkan pemberian PRC setelah kehilangandarah > 2000 ml.
Manajemen Anestesia
Manajemen anetesia pada perdarahan adalah untuk resusitasi cepat agar memperbaiki pengiriman oksigen kejaringan, mengoreksi gangguan hemostatic. Jika anestesi diperlukan untuk intervensi bedah maka anestesi umum adalah pilihan utama. Induksi dengan ketamine, Etomidate dan midazolam mungkin menjadi pilihan utama dibanding Thipenton atau propofol.

Saturday 7 January 2017

Manajemen Anesthesia pada Hypertiroid

Gangguan tiroid merupakan salah satu disfungsi hormon yang sering terjadi perioperatif.
Hipertiroid/hipotiroid berdampak terhadap anestesi.
Prevalensi disfungsi tiroid meningkat sesuai usia, dan lebih banyak pada wanita.
Diperlukan pemahaman fisiologi tiroid, kegawatan dan penanganannya dalam menjalankan perawatan maupun tindakan anestesi



Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi pada axis HPT :
¡  HCG mirip dengan TSH à merangsang pembentukan T4 dan T3
¡  Estrogen meningkat à meningkatkan TBG à T4 total meningkat.
¡  Trimester 2 dan 3, plasenta deodinase mengubah T4 menjadi T3 meningkatkan metabolisme perifer hormon tiroid
¡  Peningkatan eksresi  iodine akibat peningkatan GFR, sementara kebutuhan iodine meningkat.






  Pada Janin hormon tiroid  untuk perkembangan otak dan somatic.
  Janin tergantung pada transfer trans-placental T4 dari ibu.
  Fungsi sintesa tiroid pada janin dimulai pada usia 10 – 12 minggu, dan axis HPT baru dimulai saat usia 18 minggu berkembang sampai matur saat usia 2 tahun.
  Janin bergantung pada intake iodium dari ibu melalui plasenta.
Tes Fungsi Tiroid
  Tes yang dilakukan untuk menilai disfungsi tiroid dapat dibagi menjadi 2:
  Untuk mengetahui status tiroid:
¡  Mengukur kadar TSH plasma atau serum
¡  Mengukur kadar hormone tiroid T3 dan T4 dalam plasma atau serum.
  Untuk mencari penyebab disfungsi tiroid :
¡  Tiroid auto antibody
¡  Serum thyroglobulin
¡  Biopsy tiroid
¡  USG atau scan.


Nilai nornal :
TSH : >0,4-5 mU/L
Total T4 :5,0 – 12,0 μg/dl
Total T3 :5,0 – 12,0 μg/dl
Obat
Mekanisme kerja dan efek
Indikasi
Farmakokinetik, Toksisitas, Interaksi
Sediaan Tiroid:
  • Levothyroxine (T4)
  • Liothyronine (T3)
Aktifasi reseptor nucleus untuk pembentukan RNA dan sintesa protein
Hipotiroid
T4 waktu paruh 7 hari.
T3 waktu paruh 1 hari.
Efek maksimal terapi setelah 6-8 minggu terapi.
Gejala toksisitas seperti pada hipertiroid
Antitiroid
Thioamides
  • Propylthiouracil (PTU)
  • Menghambat reaksi tiroid peroxidase.
  • block iodine organification
  • menghambat deiodonisasi dari T4 dan T3
Hipertiroid
  • sediaan oral
  • durasi 6-8 jam.
  • Toksisitas : mual, stress gastrointestinal, rash, agranulositosis, hepatitis, hipotiroid.
Iodides
  • Larutan lugol
  • Potassium iodida
  • Menghambat organifikasi dan pelepasan hormone.
  • Mengurangi ukuran dan vaskularisasi kelenjar.
Persiapan untuk operasi tiroidektomi.
  • Sediaan oral.
  • Toksisitas jarang

Beta blocker
  • Propanolol
  • Inhibisi adrenoreseptor beta
  • Inhibisi T4 menjadi T3 (hanya propanolol)
Hipertiroid, diberikan untuk mengontrol takikardi, hipertensi dan AF
  • Durasi 4-6 jam ( sediaan oral propanolol).
  • Toksisitas : asma, AV block, hipotensi, bradikardi
Radioactive iodine 131 I (RAI)
Radiasi destruksi parenkim tiroid.
  • Hipertiroid
  • Pasien sebaiknya eutiroid atau dalam terapi beta blocker
  • Sebaiknya tidak dilakukan pada wanita hamil atau ibu menyusui
  • Sediaan oral
  • Waktu paruh 5 hari
  • Onset 6-12 minggu
  • Toksisitas : suara serak, hipotiroid.


Semua prosedur operasi elektif, termasuk subtotal thyroidectomy, diusahakan sampai klinis dan pemeriksaan laboratorium dalam keadaan euthiroid dengan pengobatan. Pasien harus memiliki nilai normal dari T3 dan T4 , dan tidak boleh takikardia. Obat antitiroid dan antagonis B-adrenergik tetap diberikan pagi hari sebelum operasi. Pemberian PTU dan Methimazole terutama sangat penting sebab waktu parohnya lebih pendek. Jika pada operasi emergency tetap harus dilanjutkan meskipun klinis hipertiroid, kondisi hyperdinamyc bisa dikontrol dengan titrasi infus esmolol.
Fungsi kardiovaskular dan suhu tubuh harus tetap dimonitor pada pasien dengan riwayat hipertiroid. Eksoftalmus akibat penyakit graves meningkatkan resiko abrasi kornea atau ulserasi.
KETAMINE ,indirect agonist adrenergic dan obat lain yang menstimulasi  saraf simpatis  atau antagonis muscarinic lebih baik dihindari pada pasien dengan atau baru saja dikoreksi hipertiroid sebab bisa meningkatkan tekanan darah dan detak jantung. Pengobatan yang tidak tuntas pada pasien hipertiroid bisa menjadi hivopolemik kronik dan rawan memperburuk hipotensi respon terhadap induksi. Anestesi yang adekuat juga harus dipertimbangkan, bagaimanapun, sebelum intubasi dengan laringoscop atau prosedur pembedahan harus dihindari terjadinya takikardi, hipertensi dan aritmia ventricular.
Thyrotoxicosis berhubungan dengan peningkatan insiden miopathi dan myasthenia gravis. Oleh karena itu, harus waspada pemberian neuro muscular blocking agent (NMBs).
Tatalaksana yang penting pada pasien yang sedang menjalani operasi yang mengalami badai tiroid dengan gejala :
-          Hyperpirexia
-          Takikardia
-          Perubahan kesadaran ( agitasi, delirium, koma)
-          Hypotensi
Muncul biasanya 6-24 jam setelah operasi tetapi bisa muncul pada saat operasi. Mirip dengan gejala malignant hyperthermia. Tapi tidak sama dengan malignant hyperthermia , bagaimanapun badai tiroid tidak berhubngan denga kekakuan otot, peningkatan serum kreatinin, atau penenada derajat metabolic ( laktat) dan asidosis respiratorik. Pengobatan termasuk hydrasi dan mendinginkan, pemberian esmolol infus atau B –blocker intravena yang lain dengan target HR < 100 x/menit, PTU 250-500 mg tiap 6 jam peroral atau memalui NGT diikuti pemberian sodium iodide 1 gr/IV tiap 12 jam. Dan koreksi factor yang menyebakan seperti infeksi. Cortisol 100-200 mg tiap 8 jam dianjurkan untuk mencegah komplikasi terhadap penekanan kelenjar adrenal. Badai tyroid merupakan kasus emergency yang harus mendapat tindakan yang agresif dan monitoring yang ketat.
Thyroidektomi berhubungan dengan beberapa potensial komplikasi operasi. Muncul kembali laryngeal nerve palsy yang menyebabkan suara serak ( unilateral ) atau Aphonia dan stridor ( Bilateral ) . fungsi pita suara bisa dievaluasi dengan laringoskope dikjuti dengan ekstubasi dalam, bagaimana ini jarang terjadi. Kegagalan satu atau kedua cord harus direintubasi dan eksplorasi kembali luka. Hematoma mungkin sebab berbahaya karena penyempitan trakea. Sebagian pada pasien dengan trakeomalasia. Pembedahan hematoma untuk mngurangi jaringan lunak yang  membuat leher berubah anaomy airway dan mungkin menyebabkan kesulitan intubasi. Dengan segera buka luka di leher dan evakuasi clot, kemudian memperkirakan kemungkinan kebutuhan untuk reintubasi kembali.
Persiapan preoperative :
-          Obat-obatan tiroid teta diberikan
-          Lugolisasi 10-14 hari menjelang operasi ->10 tetes perhari
-          Pasien emergency -> persiapan singkat Beta blocker, PTU, kortikosteroid, iodine
-          Periksa dan anamnesa yang baik mengenai gejala , gangguan tyroid, cardiorespirasi, comorbid lain dan riwayat pengobatan.
-          Pemeriksaan penunjang -> Laboratorium ( DL,SE,Ca< BUN/SK

B1
  • A : evaluasi jalan nafas (kemungkinan adanya difficult airway) dan tanda-tanda obstruksi jalan nafas karena efek dari massa tiroid.
  • B  :
 Hipertiroid à BMR ↑ à ↑VO2 à mudah terjadi desaturasi saat induksi
       Hipotiroid à↓ventilasi à ↑CO2 dan O2↓ (hati-hati dalam penggunaan
       opioid dan sedasi)
Pemeriksaan penunjang : CXR, bila perlu CT scan leher untuk evaluasi trachea.
B2
Hipertiroid : evaluasi irama jantung (takikardi, AF, palpitasi) ,CHF. HR normal à operasi.  Emergency àpemberian beta blocker (hati-hati pada pasien dengan CHF, harus dilakukan titrasi dan monitoring CO)
Pada pasien hipertiroid dapat terjadi dehidrasi (evaluasi tanda dehidrasi).
Hipotiroid : bradiaritmia, efusi perikard, ↓voltase ECG
Pemeriksaan penunjang : ECG, pertimbangkan untuk echocardiografi.
B3
Hipertiroid : warm, moist skin, nervousness, anxiety (mungkin membutuhkan sedasi)
Hipotiroid : ↓BMR àslow mentation and movement, intoleransi dingin.
B4
Hipotiroid : gangguan fungsi renal, retensi urine, oligouri.
Tes BUN dan serum kreatinin
B5
Hipertiroid : penurunan berat badan, diare ( evaluasi dehidrasi dan ganguan elektrolit)
Hipotiroid : konstipasi, perdarahan GI, ileus
B6
Hipertiroid : meningkatnya insiden terjadinya myastenia gravis (sensitive terhadap muscle relaxan)
Hipotiroid : atralgia dan mialgia

Premedikasi
Pada preoperatif dilakukan pemasangan NGT untuk jalur pemberian obat-obatan bila terjadi kondisi emergency
Hipertiroid :
       Midazolam 0,025-0,05mg/kg BB iv.
       Obat-obatan anti tiroid dan beta blocker tetap diteruskan.

Manajemen Intraoperative
  Persiapan yang dilakukan berupa :
¡  Persiapan mesin anestesi, persiapan general anestesi (peralatan intubasi), dan persiapan difficult airway.
¡  Matras yang dapat dihangatkan maupun didinginkan.
¡  Monitor tensi, ECG, saturasi, dan temperatur core (rectal)
¡  Pada hipertiroid dilakukan pendinginan ruangan dan cairan infus, sedangkan pada hipotiroid ruangan dan cairan infuse dihangatkan.
¡  Obat-obatan emergency.
¡  Pada pasien hipertiroid disiapkan lugol, PTU  400mg  dilarutkan dalam spuit (disiapkan bentuk serbuk 2 bungkus @ 400mg), Propanolol 20mg dilarutkan dalam spuit (disiapkan bentuk serbuk 2 bungkus).
¡  Dapat dilakukan regional dan general.
¡  Regional : block plexus cervical bilateral, epidural cervical.
¡  Pembedahan nonthyroid, Regional anestesi dilakukan pada kondisi tidak ada tanda-tanda gagal jantung.
¡  Tidak dilakukan penambahan epinefrin pada obat anestesi lokal mencegah respon sirkulasi
¡  General anestesi dengan intubasi.
¡  Persiapan yang dilakukan termasuk persiapan penanganan difficult airway.
¡  Succinylcolin tetap menjadi obat pilihan, namun idealnya digunakan vecuronium sebagai relaksan karena karakteristik cardio-stability
¡  Agen anestesi yang dipakai dapat berupa inhalan maupun intravena.  Pilihan utama adalah TIVA (propofol).
¡  Pemberian streroid dilakukan intraoperatif untuk mencegah edema jalan nafas dan mengurangi insiden PONV
¡  Posisi pada saat pembedahan, pasien diganjal pungggung  àHarus diperhatikan drainase dari pembuluh darah dan melindungi mata.
¡  Dilakukan monitoring respiratory, hemodinamik, dan temperature (core à rektal) perioperatif.

Induksi

Induksi standar pada pasien eutiroid. Bila terdapat airway compromise akibat massa tiroid, pertimbangkan untuk intubasi awake dengan fiber optic.
Hipertiroid :
        obat induksi pilihan adalah thiopental.
        Hati-hati saat induksi karena pasien hipertiroid biasanya mengalami hipovolemi kronis dan vasodilatasi.
       Pastikan kedalaman anestesi adekuat sebelum stimulasi dengan laryngoscope untuk mencegah takikardi, hipertensi dan VT.

Maintanance
Eutiroid :Standart maintenance. Maintain muscle relaxan
Hipertiroid :
       hindari obat-obatan yang dapat menstimulasi sistem saraf simpatis.
       Pemberian NMBA harus berhati-hati karena pasien dengan tirotoksikosis berhubungan dengan meningkatnya kejadian miopati dan myasthenia gravis.
       Hipertiroid tidak meningkatkan kebutuhan agen anestesi (tidak ada perubahan MAC)

Monitoring : Monitoring fungsi cardiovascular dan temperature harus dilakukan dengan ketat. Pasang temperature core (rectal).

Ektubasi Dalam -> dapat dihindari terjadinya perdarahan dari luka akibat gerakan selama extubasi, kesulitan untuk evaluasi gerakan pita suara.
Ekstubasi Sadar baik -> relaksan telah hilang, dilakukan leak test sebelum ekstubasi. smooth emergence ,blunting

Manajemen Post Operatif
  observasi di ruang ICU
  monitoring ketat tanda vital, temperature (core temperature) dan kesadaran
  observasi terhadap terjadinya komplikasi postoperative
  Managemen nyeri.

Komplikasi Post operatif
  Hematom
  Edema laring
  Lesi nervus recurrent laryngeus
  Lesi nervus superior laryngeus
  Tracheomalasia.
  Hipoparatiroid à hipokalsemi
  Hipotiroid
  Pneumothorax (pada retrosternal)
  infeksi

Krisis Tiroid
  Krisis Tiroid (Badai tiroid)
¡  Monitoring durante operasi dapat menunjukkan tanda :
÷  Demam (>37,4 C)
÷  TD naik sistolik > 140 mmHg, diastolic >100mmHg
÷  Takikardi > 100x/menit ( SVT , AF)
÷  Perubahan status mental (agitasi, psikosis, koma)
÷  Soda lime cepat berubah warna, dan rasakan panasnya selalu secara priodik.
  Langkah penanganan  badai tiroid :
¡  Penggantian cairan dan elektrolit.
¡  PTU 400-600 mg per NGT, dilanjutkan tiap 6 jam.
¡  Lugol 1cc per NGT, dilanjutkan tiap 8 jam
¡  Propanolol 20 mg per NGT, diulang 3-4 jam
¡  Dexamethasone 5 mg iv, dulang 6-8 jam
¡  Methyl prednisolon 125 mg iv, diulang tiap 6 jam
¡  Dinginkan tubuh pasien lewat :
÷  Kompres
÷  Infuse dingin kristaloid
÷  Catheter spoeling secara periodic 200-300 cc NS dingin diaspirasi setiap 2-3 menit.