Monday 7 April 2014

Bersama anak-anak Ingusan (bag 2)

Ciri khas anak-anak wamena memang sepertinya melekat dengan ingusan, tidak bersandal dan kudisan, apalagi mereka yang masih tinggal di Honai mudah sekali terserang ISPA karema ventilasi yang kurang ditambah banyaknya asap di dalam Honai yang memang sengaja untuk menghangatkan tubuh karena udara pegunungan yang dingin. ada 20an anak-anak muslim yang ikut TPA yang kami bina tak satupun memakai sandal, sepulang belajar wudhu saya sempat bilang ke mama alif.
"Kak, mereka gak punya sendal atau gak mau make sendal."
"mereka gak punya sendal dokter."
"iya sudah semoga kita nanti ada rejeki biar kita belikan sendal, agar gak kotor lagi klo mau shalat."
jarak antara mesjid dan sungai sangat memungkinkan menginjak kotoran Wam (Babi) klo tidak pakai sendal.
anak-anak Wamena juga trkenal dengan kepolosannya, kadang membuat kita tertawa tapi seringkali kita miris, bagaimana klo kita terlahir seperti mereka akankah kita bisa bertahan sekuat anak-anak ini.
suatu ketika saat saya masih kerja di salah satu Puskesmas Kabupaten Yahukimo, salah satu kabupaten pemekaran Jayawijaya, di sore menjelang magrib saya duduk bercerita dengan Hendrikus di teras rumah. anak ini paling rajin membantu saya selama tinggal disana, biasanya tiap hari dia menanyakan apakah air di bak mandi saya masih ada. klo bak mandi lagi kosong dia akan mengisinya sampai penuh, untunglah ada dia yang selalu bantu saya selama tinggal disana.
seperti biasa sore ini kami bercerita tentang Indonesia, tentang pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke, bercerita tentang benua-benua besar dan mencoba mengajaknya sejenak untuk keliling dunia.
" kaka dokter, Sumatera itu sebelah mananya Papua ya?.
" Klo Papua merupakan pulau yg paling Timur Indonesia, Sumatera itu Pulau yang paling Barat." jawabku. pengen sebenarnya ada peta klo lagi cerita-cerita seperti ini biar dia lebih mudah mengerti. kadang juga cerita kami gak nyambung, seringkali anak-anak Papua apalagi yang belum pernah keluar Papua merasa klo satu-satunya Negeri itu adalah Papua dan itulah tanah yang paling luas.
" Jakarta itu dimana dokter?.
" Jakarta itu di Pulau Jawa....." ya Allah anak sebesar ini malah belum tahu ibu kota Negaranya sendiri bagaimana mungkin sikap Nasionalisme mereka bisa tumbuh sedangkan Negeri sendiri belum mereka kenali.
saya terangkan pulau-pulau terbesar, sepertinya ia bingung. saya ambil beberapa benda kemudia meletakkannya di lantai...
" ini Sumatera, disebalhnya pulau Jawa...nah kita punya Jakarta disini, di atasnya Jawa ada Pulau Kalimantan, terus disebelahnya ada Sulawesi, terus papua disini deh." sambil saya meletakkan sebuah pena sebagai pulau Papua.
"klo dokter punya rumah?.
" klo dokter punya rumah disini." sambil saya menunjukkan kotak korek api yang saya jadikan Pulau Sumatera. sepertinya dia sedikit mengerti.
" dokter.....'
Hendrikus tiba-tiba memecah keheningan.
" Obama itu hebat ya, bisa jadi presiden Amerika."
" ho oh...presiden pertama kulit hitam." jawabku seadanya
" kok hebat ya dokter, orang Papua bisa jadi Presiden Amerika."
sontan saya terpingkal-pingkal.....
"hah? siapa yang bilang begitu?." perut saya terasa sakit menahan tawa
"kawan-kawan yang bilang dokter, katanya Obama lahir di Jayapura." jawabnya serius
" waduh...obama itu bukan orang Papua. jadi gini, orang kulit hitam itu bukan hanya dari Papua, ada yang dari Afrika, terus ada yang lahir juga di Amerika."
"Afrika itu dimananya Indonesia dokter?.
jadi panjang deh cerita.........
tapi saya senang sekali dengan keingintahuannya yang sangat tinggi. setiap malam biasanya dia datang ke rumah untuk belajar. membaca belum lancar apalagi menghitung padahal Hendrikus sudah SMP. disini memang sebuah pemandangan yang biasanya anak-anak SMA belum bisa baca hitung. mereka rajin ke sekolah, ntar pas pulang ditanyain belajar apa di sekolah.
"guru tidak datang dokter."
miris memang setiap kali mendengar klo guru tidak datang padahal mereka sudah berjam-jam menempuh perjalanan menuju sekolah dengan berjalan kaki tanpa alas kaki.
tidak mudah untuk menjadi mereka bertahan dalam banyak kekurangan, tapi di mata mereka selalu ada harapan.
tugas kitalah yang masih peduli untuk berbagi....

No comments:

Post a Comment