Pendahuluan
kasus
seorang pasien Perempuan 25 Tahun berat 46 kg rujukan dari rumah sakit swasta dengan curiga kehamilan ektopik terganggu.
pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah sejak pagi, sekitar 10 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri terus menerus.
pasien mengaku telat haid sejak sekitar 3 bulan yang lalu. pasien dibawa kerumah sakit swasta dan diperiksakan laboratorum Hb 11 pada pukul 16.00 WIB, sekitar pukul 21:00 WIB laboratorium diulang kembali dan Hb nya 9,1. hemodinamik TD 90/50 mmhg, nadi 105 x/menit dan perfusi dingin. saturasi 98-99 % dengan O2 21 %. GCS 456. produksi urin 70-80 cc/jam. dirumah sakit sebelumnya telah diberikan infus RL 1000 ml.
Kehamilan ektopik adalah ketika
kehamilan tumbuh di luar Rahim. Kehamilan ektopik merupakan kejadian yang agak
jarang terjadi. Namun bagaimanapun,kejadian kehamilan ektopik semakin meningkat
dalam 2 dekade terakhir. Karena kemajuan diagnostuik, sekarang kehamilan
ektopik dapat didiagnosis dalam 6 minggu pertama kehamilan sebelum pecah. Namun,
jika tanpa diagnosis dan pengobatan maka kehamilan ektopik merupakan kejadian
yang mengancam jiwa.
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
merupakan penyebab 1 dari 200 (5-6%) mortalitas maternal di negara maju.Dengan
60.000 kasus setiap tahun atau 3% dari populasi masyarakat, angka kejadian KET
di Indonesia diperkirakan tidak jauh berbeda dengan negara maju, menurut WHO. Kehamilan
ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir abortus, dan sekitar 16%
kematian dalam kehamilan dikarenakan perdarahan yang dilaporkan disebabkan
kehamilan ektopik yang pecah.
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah
sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pemeriksaan
kadarβ-hCG (Human Chorionic Gonadotropin) penting untuk memastikan kehamilan.
Hormon ini dapat dideteksi paling awal pada satu minggu sebelum tanggal
menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5
IU/L, sedangkan pada urin ialah 20–50 IU/L.Tes kehamilan negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil
konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan HCG menurun dan menyebabkan tes negative.
Kuldosintesis ialah suatu cara
pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat darah dalam kavum douglas. Cara
ini sangat berguna untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.Hasil
positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak membeku
atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa:
- Cairan jernih yang mungkin
berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium yang pecah.
- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit
radang pelvis atau radang appendiks yang pecah (nanah harus dikultur).
- Darah segar berwarna merah yang dalam
beberapa menit akan membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang
tertusuk .
Kehamilan ektopik berdasarkan
tempat terjadinya implantasi dari kehamilan ektopik, dapat dibedakan menjadi
kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan servikal, kehamilan
inraligamenter, dan kehamilan abdominal.
Kehamilan Tuba. Kehamilan tuba
meliputi >95% yang terdiri atas: pars ampularis (55%), pars ismika (25%),
pars fimbriae (17%), dan pars interstisialis (2 %). Setelah sel telur dibuahi
di bagian ampula tuba, maka setiap hambatan perjalanan sel telur ke dalam
rongga rahim memungkinkan kehamilan tuba. Kehamilan Ovarial. Kehamilan ovarial
merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan ektopik. Kehamilan
ovarial dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf yang beru
pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau apabila sel
telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium.1Diagnosis
kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni (1)
tuba pada sisi kehamilan harus normal; (2) kantong janin harus berlokasi pada
ovarium; (3) kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii
proprium; (4) jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong
janin.Pada kehamilan ovarial biasanya terjadi ruptur pada kehamlan muda dengan
akibat perdarahan dalam perut.Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian
sebelumnya sehingga tidak terjadi ruptur; ditemukan benjolan dengan berbagai
ukuran, yang terdiri atas jaringan ovarium yang mengandung darah, vili
korialis, dan mungkin juga selaput mudigah. Kehamilan servikal. Kehamilan
servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kanalis
servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika
kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum
terbuka sebagian.Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya
diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Kehamilan intraligamenter.
Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau
kehamilan ovarial yang mengalami ruptur dan mudigah masuk di antara 2 lapisan
ligamentum latum. Kehamilan abdominal. Kehamilan ini terjadi satu dalam 15.000
kehamilan, atau kurang dari 0,1% dari seluruh kehamilan ektopik. Kehamilan
abdominal ada 2 macam yaitu primer , dimana telur dari awal mengadakan
implantasi dalam rongga perut. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi
ditempat yang lain misalnya di dalam saluran telur atau ovarium yang
selanjutnya berpindah ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari tempat
asalnya.Tatalaksana pada pasien ini adalah direncakan dilakukannya laparatomi.
Sebelum tindakan operatif dilakukan stabilisasi terhadap keadaan klinis pasien
yaitu pemberian cairan, oksigenasi untuk
menstabilkan kondisi pasien. Sikap terhadap kasus ini adalah rencana laparatomi.
Dalam menangani kasus kehamilan ektopik, beberapa hal harus diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita
akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ
pelvis, kemampuan teknik bedah dokter operator, dan kemampuan teknologi
fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu
dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan
konservatif dalam arti hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba.
Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik
dilakukan salpingektomi.
Salpingektomi dapat dilakukan
dalam beberapa kondisi, yaitu kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan
syok; kondisi tuba buruk, terdapat jaringan parut yang tinggi risikonya akan
kehamilan ektopik berulang; penderita menyadari kondisi fertilitasnya dan
mengingini fertilisasi invitro, maka dalam hal ini salpingektomi mengurangi
risiko kehamilan ektopik pada prosedur fertilisasi invitro; penderita tidak
ingin mempunyai anak lagi.
Pada kasus kehamilan ektopik di
pars ampularis tuba yang belum pecah pernah dicoba ditangani dengan menggunakan
kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati
dengan cara ini adalah: (1) kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah, (2)
diameter kantong gestasi ≤4 cm, (3) perdarahan dalam rongga perut ≤100 ml, (4)
tanda vital baik dan stabil. Obat yang digunakan ialah metrotrexate 1 mg/kg IV
dan faktor sitovorum 0,1 mg/kg IM, berselang-seling setiap hari selama 8
hari.Methotrexate (MTX) merupakan pilihan terapi medisinal lini pertama pada
kehamilan ektopik yang belum terganggu dan kondisi hemodinamik stabil.
Usia. Sebagian besar wanita
mengalami kehamilan ektopik berumur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.
Berdasarkan bebrapa penelitian menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia maka
semakin tinggi angka kejadian KET yaitu 4 kali lebih besar diatas usia35 tahun.
Ras.Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada
wanita kulit putih.Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih
banyak ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. Paritas. Insiden kehamilan
ektopik meningkat seiring dengan pertambahan paritas.Kejadian ini lebih banyak
terjadi pada multipara. Tingkat Pendidikan. Ibu dengan pendidikan lebih tinggi
cenderung lebih memperhatikan kesehatannya selama kehamilan bila dibanding
dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
Sosioekonomi. Derajat sosio
ekonomi masyarakat akan menunjukkan tingkat kesejahteraan dan kesempatannya
dalam menggunakan dan menerima pelayanan kesehatan.
Riwayat Penyakit Terdahulu.
Riwayat penyakit yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah
infeksi, tumor yang mengganggu keutuhan saluran telur, dan keadaan infertil.
Riwayat kontrasepsi. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), rasio
kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar
daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi.
Menurut WHO perdarahan pada kasus
obstetric terjadi pada 3,7 dalam 1000
kelahiran dan mengalami komplikasi sebanyak 10,5 % dan lebihdari 50% nya mengalami
kematian ibu.
Diagnosis perdarahan pada kasus obstetric
merupakan sebuah tantangan, karena :
-
Kehilangan darah dapat disembunyikan
-
Sulit dihitung karena dilusi dengan cairan
ketuban
-
Perubahan fisiologis kehamilan dapat menutupi
tanda-tanda klinis normal hypovolemia.
Aliran darah dari ibu ke plasenta
sekitar 700-900 ml/menit sehingga perdarahan terjadi cepat dan dapat mengajdi
ancaman jiwa.
Perubahan fisiologis selama kehamilan
:
Kardiovaskular
1. Denyut
jantung meningkat sampai 25%
2. Tekanan
darah ( Sistolik menurun sebesar 8 %, Diastolik sebesar 20 %)
3. Volume
darah meningkat 35 %
4. Cradiac
output meningkat 40 %
5. Vena
statis ( kompresi aorta cava)
6. Sistemik
resitence vascular berkurang 15-20%
Darah
1. Hb
menurun sampai 2 g/dl
2. Leukositosis
relative
3. Gestasional
trombositopenia
4. Fibrinogen
meningkat
5. Serum
albumin menurun
Paru
1. Berkurangnya
Volume residual paru, ERV dan FRC
2. Peningkatan
volume cadangan inspirasi, TV dan Kapasitas inspirasi
3. Tidak
ada perubahan dalam VC dan TLC
Saluran Kencing
1. Peningkatan
GFR sampai 150%
2. Eksresi
protein
Prinsip- prinsip penanganan
perdarahan pada kasus obstetric mencakup kecepatan dan ketepatan dalam
mendiagnosis, resusitasi yang cepat, pengobatan penyakit yang mendasari. Stategi
manajemen akan ditentukan oleh pertimbangan kondisi ibu dan kondisi janin. Resusitasi
pada ibu akan memperbaiki kondisi janin, segera menilai keparahan perdarahan
berdasarkan tanda-tanda klinis pada pasien.
Perdarahan %
|
Tanda klinis
|
Derajat shock
|
<15 o:p="">15>
|
-
-
20%-25%
Takikardi <100x menit="" o:p="">100x>
Hipotensi ringan
Vasokontriksi perifer
Ringan
25%-35%
Takikardi 100-120x/menit
Hypotensi 80-100
Oligouria
Gelisah
Sedang
>35%
Takikardi >120X/menit
Hipotensi Sistolik <60 o:p="">60>
Anuria
Berat
Akibat dari perdarahan
-
Penurunan perfusi ke jaringan
-
Penurunan oksigenasi ke jaringan
-
Asidosis metabolic
-
Pernurunan perfusi organ dan gagal organ
Manajemen perdarahan
1. Jaga
jalan nafas
2. Oksigenasi
3. Pasang
Iv line resusitasi pasang 2 atau lebih
4. Tatalaksana
penyebabnya
Berikan aliran oksigen yang kuat,
posisikan pasien lateral kiri untuk mengurangi penekanan aorto –kava dan untuk
membantu perfusi ke uterus. Pasang IV line yang besar ukuran 16-atau 18 G,
pasang dua atau lebih .usahakan semua cairan yang diberikan selama resusitasi
dihangatkan. Jika perdarahan dengan kehilangandarah >20 % sebaiknya
berikantransfusi darah, jika perdarahan <20 3-4="" berikan="" bisa="" cukup="" dan="" darah.="" diberikan="" jumlah="" kali="" kehilangan="" koloid="" kristaloid="" kritaloid="" o:p="" saja.="">20>
Pasien harus segera dilakukan
tindakan operasi jika perdarahan masih berlanjut, lakukan monitoring yang ketat
terhadap hemodinamik pasien. Segera berikan pengganti volumedarahyang hilang. Sementara
berikan kritaloid dan koloid sampai darah tersedia pertimbangkan pemberian PRC
setelah kehilangandarah > 2000 ml.
Manajemen Anestesia
Manajemen anetesia pada
perdarahan adalah untuk resusitasi cepat agar memperbaiki pengiriman oksigen
kejaringan, mengoreksi gangguan hemostatic. Jika anestesi diperlukan untuk
intervensi bedah maka anestesi umum adalah pilihan utama. Induksi dengan ketamine,
Etomidate dan midazolam mungkin menjadi pilihan utama dibanding Thipenton atau
propofol.
No comments:
Post a Comment