Negeriku, di sini adalah tempatnya orang-orang berkuasa jadi tuan bukan jadi pelayan masyarakat, di negeriku ini Korupsi sebuah budaya yang tak asing lagi, di Negeriku ini berita di TV lebih banyak berisi Opini dan Gosip dari pada berita mendidik atau penyajian Fakta, di Negriku Ini siapapun bisa disulap jadi Pahlawan, dan siapapun bisa di sulap jadi pecundang, di Negriku ini prostitusi adalah hal biasa tapi Poligami adalah Aib besar yang harus di hindari, pengucilan terhadap pelakunya adalah jalan terbaik. di Negriku ini ribuan anak-anak yang masih belum merasakan oksigen terpaksa harus diakhiri ditempat2 praktek aborsi, di negeriku ini seorang anak membunuh orang yang melahirkannya, seorang ayah memperkosa darah dagingnya. di negiriku ini orang yang berusaha berbuat baik akan mendapat cap "MUNAFIK" sedangkan mereka yang kebablasan adalah sebuah ekspresi dan kreasi, di negeriku ini selembar hijab adalah keterkungkungan dan kekolotan, namun tak berbusana adalah Hak asasi. di Negeriku ini, Negeri para bajingan mangkir di kursi2 wakil rakyatnya.Negeriku ini, seakan sudah tak ada lagi yang tersisa. ya ...negeriku ini bukanlah Negeri Cahaya.
Saya masih mencoba berpikir keras untuk mengerti apa seh sebenarnya yang dibutuhkan Negeri ini, apa yang mau kita, apakah sebuah perubahan??? Tapi kenapa seringkali tidak siap dengan sebuah perubahan. Selalu merasa curiga akan niat seseorang yang membawa angin perubahan. Misalnya Di satu sisi , ketika tingkat kebencian kita terhadap korupsi mendidih bahkan berada di titik yang paling puncak hampir meledak kekesalan kita, di saat yang lain ada kelompok yang berusaha untuk tidak tergiur dengan tumpukan hasil keringat rakyat malah beberapa dari kita langsung mencap mereka “Munafik” “ Sok Suci”.
Ketika generasi bangsa ini dirusak oleh Pornografi diberbagai tempat, baik dunia maya dan pertelevisian , kita mulai gerah, mulai takut kapan giliran anak-anak kita terjerumus oleh dunia Pornografi yang begitu bertebaran di mana-mana. Suatu saat dikeluarkan kebijakan untuk menghapus konten pornografi dan memerangi semua yang berbentuk Pornografi, beberapa di antara kita juga mulai berkicau “ Munafik”, ngapain ngurusin hal-hal yang seperti itu, dasar menteri kurang kerjaan, masih banyak yang perlu diurusi di Negeri ini selain Pornografi. Kita pun sibuk menghujat masalah salaman Pak Mentri dan memperbesar-besar masalahnya. Kita juga semakin disuguhkan kebencian terhadap Poligami seorang Ulama yang syah secara agama, ketimbang peduli dengan jutaan suami-suami yang selingkuh untuk menghindari punya istri dua, istri tetap satu, yang penting jajanan banyak. Akhirnya klinik-klinik dokter berjibun dengan masalah infeksi alat kelamin, itukah yang kita inginkan???. Media semakin menyuguhkan kalau Poligami layaknya dosa besar yang harus dihindari dan pelakunya harus dikucilkan.
Di depan televise kita disuguhi pembantaian besar-besaran di beberapa negera-negara timur Tengah, bahkan yang paling nyata pembantaian hari demi hari di Palestina , terusir dari Negeri sendiri. Kenapa mereka tidak damai saja dengan Israel??? Biar semua aman, mereka seh keras kepala. Coba kita bayangkan pejuang kemerdekaan juga dulu berpikiran sama, damai saja, terima saja Belanda, terima saja Jepang menduduki Negeri ini, mengusir penjajah atau bahkan membunuhnya adalah tindakan anarkis dan teroris. Nyatanya dengan semangat JIHAD, pahlawan negeri ini mengusir semua penjajah dari negeri ini. Sebagian terpanggil untuk menyerukan kutukan dan mengumpulkan kepingan-kepingan rupiah di jalanan buat rakyat Palestina. Kita sambil ongkang-ongkang kaki meneguk secangkir kopi pun mulai berkomentar, “ah..paling-paling buat mendulang suara”. Yang sebelahnya tak mau kalah buat menanggapi “ngapain juga ngurusin negera orang, Negara sendiri tidak terurus…orang-orang kurang kerjaan”. Terlepas apa niat mereka, apakah tidak tersisa di hati kita buat menghargai orang lain. Apakah kita juga menginginkan mereka duduk dirumah sambil menyayangkan tindakan biadap Israel???. Di tempat lain meski beribu wajah sinis memandang mereka yang turun ke jalan, tak peduli, di dalam negeri pun di berbagai titik bencana tanpa babibu, tanpa menunggu keputusan presiden, beribu kader mereka turun meski di bawah bendera kemanusiaan yang berbeda, tak juga perlu menunggu kawan-kawan media buat sekedar memajang tindakan heroic mereka di media. Sesekali jalanlah ke tempat bencana karena media haram meliput mereka, kamu akan menemukan mereka di sana, orang-orang yang kamu tuduh hanya mementingkan urusan Palestina, orang-orang yang kamu tuduh Munafik, orang-orang yang kamu bilang wahabi, orang-orang yang kamu bilang ahli Bid’ah, orang-orang yang kamu bilang anjing demokrasi, orang-orang yang kamu samakan dengan PKI, perhatikan mereka, Tanya mereka berapa digaji untuk itu?. Kamu belum yakin orang2 seperti itu ada, makanya jangan hanya duduk di depan media yang juga memiliki agenda politik, jangan hanya nongkrong di depan televise yang dananya dipegang para politikus-politikus karena di sana liputanpun hanya sekedar bagi-bagi mie yang ditayangkan berulang kali dengan pemberitaan heroic…. Mie???? Kalau relawan-relawan yang rela berjalan kaki di puing-puing reruntuhan rumah warga, mencari dan berharap masih ada yang bisa dibantu melihat tayangan itu, maka mereka akan manertawakan acara bagi-bagi mie dan beberapa Kg beras di liput TV.
Tahukah kita , Mentawai yang sudah tak lagi dilirik siapapun termasuk media, mereka masih di sana, ya orang-orang yang hari demi hari menuai caci maki itu masih setia bersama penduduk di sana. Dari mimbar ke mimbar mempertahankan akidah saudara kita yang minoritas di sana, dari desa terpencil ke desa terpencil berikutnya membuka layanan kesehatan gratis. Butakah media dengan itu???
Mereka juga manusia, punya kecenderungan berbuat salah, namun jalan kebaikan ini membuat mereka senantiasa memperbaiki diri. Bukan kumpulan malaikat sama seperti kita. Bersyukurlah saat aib-aib kita masih tidak dibukakan olehNYA di depan public dan jadikanlah sebagai pelajaran musibah yang menimpa saudara kita, bukan sebaliknya kita juga berperan aktif dalam menyebarkannya.
Saya kasihan kepada saudara-saudara saya terlebih yang katanya memahami Islam, yang katanya Rindu Khilafah, namun menjadikan momen ini sebagai ajang menunjukkan kelebihan dirinya. Apakah sudah pasti kita sendiri tak punya cela? Apakah yakin suatu saat aib kita juga tidak terbuka?. Kenapa kita tidak saling bahu membahu untuk kebaikan, bersama –sama bekerja untuk hal-hal yang kita sepakati dan saling menghormati dengan yang beda pendapat. Layakkah saat kita memanggil mereka Anjing-Anjing Demokrasi??? Sekotor itukah mereka dan sesuci itukah kita yang merindukan khilafah???.
Kemarin saya membaca surat dari Negeri Cahaya, tersentuh sekali hati saya saat membacanya, rangkaian kata yang benar-benar menyejukkan, surat dari Negeri Cahaya itu benar-benar sepertinya di tulis penduduk dari Negeri cahaya. Negeri Cahaya, membayangkannya saja seakan saya berada di sana, ditengah orang-orang yang tak mempan dengan caci maki, di tengah orang-orang yang selalu bekerja tanpa pamrih, saat pemerintah belum membicarakannya di sana rumah sakit-rumah sakit mereka sudah berdiri, lembaga-lembaga social mereka semakin menjamur, mereka membina mulai dari lingkup keluarga terkecil mereka, mentarbiyah orang-orang disekitar mereka untuk mengenal Rabbnya. Pemimpin-pemimpin mereka hidup dalam kesederhanaan, wakil-wakil rakyat mereka adalah orang-orang yang mengerti dan takut kepada Rabbnya, bukan orang-orang yang anti agama. Perlahan surat itu mulai kututup, puas sekali membacanya sebuah surat dari Negeri Cahaya. Saya ingin ke sana……
Di negeriku ini aku lahir dan di besarkan..
ReplyDeletesemoga tak terkontaminasi....
ReplyDeleteSelalu berusaha imun. Imun lebih baik dari pada steril.
ReplyDeleteFillosofi belut:
Walau berkubang lumpur tapi tidak pernah sedikit pun lumpur itu mampu menempel di tubuhnya.