Tuesday 30 April 2013

Tradisi Potong Jari


Ekspresi kesedihan merupakan sesuatu yang lumrah ketika kita mengahadapi sebuah musibah, apalagi ditinggalkan orang-orang yang sangat kita sayangi, orang-orang yang memiliki suatu tempat tersendiri bagi kita. Menangis mungkin adalah sebuah hal yang sangat sering kita temui dalam mengekspresikan sebuah kesedihan. Bagi masyarakat pada umumnya menangis adalah hal yang paling sering kita temui untuk mengungkapkan sebuah kesedihan. Akan tetapi sangat berbeda dengan masyarakat suku-suku di Pegunungan Tengah Papua, bagi mereka menangis bukan cara yang cukup untuk mengekspresikan kesedihan.
Ketika salah seorang yang sangat dicintai dalam keluarga meninggal dunia maka biasanya keluarga yang ditinggalkan akan melumuri seluruh badan dengan lumpur, pernah suatu ketika saya menghadiri sebuah acara kematian ada anggota keluarga yang melumuri badannya lumpur hingga hanya matanya saja yang kelihatan. Tapi yang membuat tradisi suku-suku di Pegunungan Tengah ini berbeda dengan masyarakat pada umumnya adalah tradisi potong jari . bagi mereka memotong jari adalah sebuah ungkapan kesedihan yang mendalam apabila ada salah satu keluarga terdekat yang meninggal seperti anak, istri,suami, ayah, adek atau kakak. Pemotongan jari ini melambangkan kepedihan dan sakit yang mendalam ketika seseorang ditinggalkan oleh orang yang sangat dicintai. Selain pemotongan jari dulu juga sering ketika istri ditinggal mati suami, maka sang istri yang tidak tahan dan mampu menerima kematian suaminya akan melompat dan bunuh diri ke dalam sungai Baliem yang sangat deras, tak jarang juga mereka membawa anak mereka terjun bersama mereka ke dalam sungai. Tradisi ini dipercayai akan mampu memutus kesialan dikemudian hari, sehingga ketika jari dipotong maka berharap dengan itu selanjutnya tidak ada lagi kesedihan dan kesialan yang datang.
Pemotongan jari dan bunuh diri ketika ditinggal orang-orang yang dicintai memang seringnya dilakukan oleh kaum ibu, tapi beberapa kasus ada juga kaum pria yang melakukan tradisi ini. Biasanya pemotongan dilakukan langsung dengan memakai pisau tajam, kapak, batu yang ditajamkan dan ada juga yang diikat kuat beberapa hari sampai ujung jari menghitam karena mengalami nekrosis kemudian baru di potong.
Masuknya Agama ke masyarakat suku-suku Pegunungan Tengah akhirnya secara perlahan mengikis tradisi ini, tapi tidak tertutup kemungkinan masih ada yang melakukan satu atau dua orang dari kelompok masyarakat adat. Yang masih banyak kita temukan sekarang adalah para orang tua yang dulu pernah melakukannya.
Menghadapi Kematian dalam Islam 
Dalam islam tentu saja hal ini sangat dilarang bahkan meratapinya saja kita tidak diperbolehkan, ketika seseorang meninggal dunia kita hanya dibolehkan mengekspresikan kesedihan hanya sebatas menangis saja dan tidak boleh berlebihan .
 Dari al-Mughirah r.a ia berkata . aku mendengar Rasulullah bersabda.”Barang siapa yang ditangisi diiringi ratapan, maka ia akan disiksa menurut kata-kata yang diucapkan dalam ratapan itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Rasulullah juga mengatakan ada empat perkara yang terdapat pada ummatku yang termasuk perbuatan Jahiliyah yang tidak mereka tinggalkan 1) membanggakan kebesaran leluhur 2) menghina keturunan 3) menisbatkan turunnya hujan kepada bintang-bintang 4) meratapi mayit. Lalu beliau melanjutkan wanita yang meratapi orang mati, apabila tidak bertaubat sebelum meninggal, akan dibangkitkan pada hari kiamat dan dikenakan kepadanya pakaian yang berlumuran dengan cairan tembaga sertamantel yang bercampur dengan penyakit gatal ( HR Muslim ).
Dalam hadist lain dari Abu Hurairah r.a ia berkata Rasulullah bersabda, “ Dua perkara yang dapat membuat manusia kufur : mencela keturunan dan meratapi mayit ." (HR Muslim).
Dan banyak lagi hadist yang mengatakan larangan bagi kita muslim untuk meratapi mayit. Dalam islam kematian merupakan sebuah keniscayaan begitu juga dengan kita yang ditinggalkan. Ada yang meninggal dan ada yang ditinggalkan. Semua dari kita akan menemui yang namanya kematian baik dalam waktu cepat maupun lambat. Kita hanya dituntut untuk menyiapkan bekal menuju kematian tersebut. Semua yang ada pada kita merupakan sebuah titipan belaka, tak ada yang abadi semua akan kembali padaNYA. Tapi seringkali kita yang mengaku sebagai Muslim banyak yang tidak siap ketika datang ujian kematian ini. Tak ada larangan untuk menangis, tidak ada larangan untuk bersedih dalam islam ketika seseorang yang kita cinta meninggalkan kita, tapi janganlah berlebihan dalam mengekspresikannya.
Insyallah kita akan kembali kepadanya dan juga orang-orang yang kita cintai, baik kita yang dahulu atau mereka. Cukup persiapkan saja bekal kita kesana untuk bertemu dengan denganNYA. Semoga kita pergi dalam kondisi yang terbaik.


“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 155)

No comments:

Post a Comment