Ekspresi kesedihan merupakan
sesuatu yang lumrah ketika kita mengahadapi sebuah musibah, apalagi
ditinggalkan orang-orang yang sangat kita sayangi, orang-orang yang memiliki
suatu tempat tersendiri bagi kita. Menangis mungkin adalah sebuah hal yang
sangat sering kita temui dalam mengekspresikan sebuah kesedihan. Bagi
masyarakat pada umumnya menangis adalah hal yang paling sering kita temui untuk
mengungkapkan sebuah kesedihan. Akan tetapi sangat berbeda dengan masyarakat
suku-suku di Pegunungan Tengah Papua, bagi mereka menangis bukan cara yang
cukup untuk mengekspresikan kesedihan.
Ketika salah seorang yang sangat
dicintai dalam keluarga meninggal dunia maka biasanya keluarga yang
ditinggalkan akan melumuri seluruh badan dengan lumpur, pernah suatu ketika saya
menghadiri sebuah acara kematian ada anggota keluarga yang melumuri badannya
lumpur hingga hanya matanya saja yang kelihatan. Tapi yang membuat tradisi
suku-suku di Pegunungan Tengah ini berbeda dengan masyarakat pada umumnya
adalah tradisi potong jari . bagi mereka memotong jari adalah sebuah ungkapan
kesedihan yang mendalam apabila ada salah satu keluarga terdekat yang meninggal
seperti anak, istri,suami, ayah, adek atau kakak. Pemotongan jari ini
melambangkan kepedihan dan sakit yang mendalam ketika seseorang ditinggalkan
oleh orang yang sangat dicintai. Selain pemotongan jari dulu juga sering ketika
istri ditinggal mati suami, maka sang istri yang tidak tahan dan mampu menerima
kematian suaminya akan melompat dan bunuh diri ke dalam sungai Baliem yang
sangat deras, tak jarang juga mereka membawa anak mereka terjun bersama mereka
ke dalam sungai. Tradisi ini dipercayai akan mampu memutus kesialan dikemudian
hari, sehingga ketika jari dipotong maka berharap dengan itu selanjutnya tidak
ada lagi kesedihan dan kesialan yang datang.
Pemotongan jari dan bunuh diri
ketika ditinggal orang-orang yang dicintai memang seringnya dilakukan oleh kaum
ibu, tapi beberapa kasus ada juga kaum pria yang melakukan tradisi ini. Biasanya
pemotongan dilakukan langsung dengan memakai pisau tajam, kapak, batu yang
ditajamkan dan ada juga yang diikat kuat beberapa hari sampai ujung jari
menghitam karena mengalami nekrosis kemudian baru di potong.
Masuknya Agama ke masyarakat
suku-suku Pegunungan Tengah akhirnya secara perlahan mengikis tradisi ini, tapi
tidak tertutup kemungkinan masih ada yang melakukan satu atau dua orang dari
kelompok masyarakat adat. Yang masih banyak kita temukan sekarang adalah para
orang tua yang dulu pernah melakukannya.
Menghadapi Kematian dalam Islam
Dalam islam tentu saja hal ini
sangat dilarang bahkan meratapinya saja kita tidak diperbolehkan, ketika
seseorang meninggal dunia kita hanya dibolehkan mengekspresikan kesedihan hanya
sebatas menangis saja dan tidak boleh berlebihan .
Dari al-Mughirah r.a ia berkata . aku
mendengar Rasulullah bersabda.”Barang siapa yang ditangisi diiringi ratapan,
maka ia akan disiksa menurut kata-kata yang diucapkan dalam ratapan itu.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Rasulullah juga mengatakan ada
empat perkara yang terdapat pada ummatku yang termasuk perbuatan Jahiliyah yang
tidak mereka tinggalkan 1) membanggakan kebesaran leluhur 2) menghina keturunan
3) menisbatkan turunnya hujan kepada bintang-bintang 4) meratapi mayit. Lalu
beliau melanjutkan wanita yang meratapi orang mati, apabila tidak bertaubat
sebelum meninggal, akan dibangkitkan pada hari kiamat dan dikenakan kepadanya
pakaian yang berlumuran dengan cairan tembaga sertamantel yang bercampur dengan
penyakit gatal ( HR Muslim ).
Dalam hadist lain dari Abu
Hurairah r.a ia berkata Rasulullah bersabda, “ Dua perkara yang dapat membuat
manusia kufur : mencela keturunan dan meratapi mayit ." (HR Muslim).
Dan banyak lagi hadist yang
mengatakan larangan bagi kita muslim untuk meratapi mayit. Dalam islam kematian
merupakan sebuah keniscayaan begitu juga dengan kita yang ditinggalkan. Ada
yang meninggal dan ada yang ditinggalkan. Semua dari kita akan menemui yang
namanya kematian baik dalam waktu cepat maupun lambat. Kita hanya dituntut
untuk menyiapkan bekal menuju kematian tersebut. Semua yang ada pada kita
merupakan sebuah titipan belaka, tak ada yang abadi semua akan kembali padaNYA.
Tapi seringkali kita yang mengaku sebagai Muslim banyak yang tidak siap ketika
datang ujian kematian ini. Tak ada larangan untuk menangis, tidak ada larangan
untuk bersedih dalam islam ketika seseorang yang kita cinta meninggalkan kita,
tapi janganlah berlebihan dalam mengekspresikannya.
Insyallah kita akan kembali
kepadanya dan juga orang-orang yang kita cintai, baik kita yang dahulu atau
mereka. Cukup persiapkan saja bekal kita kesana untuk bertemu dengan denganNYA.
Semoga kita pergi dalam kondisi yang terbaik.
No comments:
Post a Comment