Friday 30 December 2016

ASMA PADA KEHAMILAN


Perubahan Fisiologis pada ibu hamil dapat memicu atau memperburuk terjadinya asma, namun pada beberapa kasus juga ditemukan ibu hamil yang menderita asma mengalami perbaikan selama kehamilan. Akan tetapi mekanisme pemicunya belum jelas. Asma bisa muncul atau kambuh pada wanita hamil yang tidak pernah memiliki riwayat gejala asma sejak kecil. Pada sebuah penelitian 330 wanita hamil dengan Asma sebanyak 35 % mengalami perburukan selama hamil. 11-18 % wanita hamil dengan asma akan masuk ruang emergency karena serangan asma akut dan 62 % dari itu memerlukan perawatan di rumah sakit. Asma berat lebih cenderung memburuk selama kehamilan daripada asma ringan. Akan tetapi pada beberapa kasus asma ringan juga dapat memburuk selama kehamilan.

Di Australia pada wanita yang menderita asma lebih dari 50% mengalami kekambuhan pada saat hamil. Insiden asma dalam kehamilan berkisar antara 4-7% dari seluruh kehamilan. Di USA pada tahun 1997 prevalensi ibu yang mengalami serangan asma selama kehamilan pada usia 18-44 Tahun antara 3,7-8,4%.  Turner at al melakukan penelitian pada 1054 ibu hamil dengan asma, mendapatkan 29 % kasus membaik selama kehamilan, 49 % tetap pada saat hamil, dan 22 % memburuk selama kehamilan.

Pada sebuah tinjauan didapatkan bahwa asma memburuk kemungkinan pada trimester ke dua dan ketiga dan puncaknya pada bulan ke enam kehamilan. Akan tetapi 90 % tidak mengalami serangan asma pada saat persalinan.
Wanita hamil dengan asma harus diberikan konseling tentang pentingnya tetap melanjutkan obat-obatan asma selama kehamilan agar terkontrol dengan baik.

Perubahan Sistem Pernafasan selama kehamilan disebabkan
1.       Perubahan Hormonal
Volume tidal akan mengalami peningkatan dari 450 ml menjadi 600 ml sehingga terjadi peningkatan ventilasi permenit. Peningkatan tidal volume ini diduga karena pengaruh dari peningkatan progesterone pada wanita hamil terhadap resistensi saluran nafas dan meningkatkan sensititas pusat pernafasan terhadap karbondioksida.

2.       Faktor mekanik
Semakin bertambah usia kehamilan maka abdomen juga semakin besar terutama pada trimester ke dua, kondisi ini akan menekan diafraghma sehingga menurunkan FRC. Pola nafas akan berubah dari pola abdominal menjadi pernafasan torakal. Sehingga kondisi ini akan meningkatkan kebutuhan oksigen.

Gejala Asma
Mulai dari wheezing hingga terjadi bronkokontriksi yang berat. Jika terjadi hipoksia ringan maka akan dikompensasi dengan hiperventilasi. Jika semakin berat akan terjadi kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya retensi CO2.
Gagal Nafas
-          Asidosis, hiperkapnia -> pernafasan yang dalam-> otot2 asesoris akan ikut bekerja
-          Denyut jantung akan lebih cepat, takikardia dan pulsus paradoksus
-          Ekspirasi yang memanjang
-          Sianosis sentral
-          Gangguan kesadaran
Manifestasi klinis
-          Sesak nafas
-          Adanya wheezing
-          Batuk dimalam hari karena pengaruh dingin
-          Mengeluh tidak bisa tidur
-          Rasa nyeri di dada
-          Batuk dengan mucus yang kental

Derajat Asma
1.       Pertama : pemeriksaan klinik normal, hanya apabila ada pencetus seperti debu atau stress akan timbul sesak ( wheezing)
2.    Kedua : pasien sudah mulai mengeuh karena sesak dan pada pemeriksaan fungsi paru ditemukan adanya obstruksi jalan nafas.
3.       Ketiga : pada pemeriksaan fisik maupun fungsi paru ditemukan adanya tanda2 obstruksi jalan nafas.
4.   Keempat : penderita mengeluh sesak, batuk dan nafas berbunyi. Pada pemriksaan fisik maupun spirometri akan dijumpai tanda2 obstruksi jalan nafas
5.       Kelima : keadaan yang parah dan darurat , serangan akut dan kadang-kadang memerlukan perawatan ICU

Sedangkan menurut NAEP ( National Asthma Education Program ), asma dibagi menjadi :
1.       Asma Ringan -> gejala singkat kurang dari 1 jam, eksaserbasi biasanya terjadi kurang dari 2 kali dalam 1 minggu. Apabila aliran O2 kurang dari 80 % tidak akan membahayakan.
2.       Asma Sedang -> Asma kambuh lebih dari 2 kali dalam seminggu, terjadi gangguan aktifitas. Kadang kambuh bisa sampai berhari-hari. Kemampuan volume ekspirasi antara 60-80%
3.       Asma Berat -> Gejala terus menerus sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Kemampuan volume ekspirasi < 60% , diperlukan terapi kortikostreoid untuk menghilangkan gejala.

Patofisiologi

Reaksi antigen antibody -> mediator inflamasi ( Bradikinin, leukotrin, prostaglandin, tromboksan ,dll)-> Otot polos saluran nafas edema ->penyempitan sal. Nafas dan bronkokonstriksi-> hipersekresi mucus-> Asma (Wheezing), Sesak-> Hipoventilasi -> Hipoksemia, hiperkapni dan Asidosis.
Pada kasus Non alergik
Hamil -> Progesteron dan Kortisol meingkat -> Vasodilatasi bronkus -> Asma
Perubahan aktifitas saraf aferen Vagal -> Bronkokontriksi -> asma

Tatalaksana selama kehamilan dan persalinan
Penanganan penderita asma selama kehamilan untuk menjaga agar ibu hamil sebisa mungkin bebas dari serangan asma selama hamil.
Pemeriksaan monitor
Ibu hamil dengan asma sebaiknya memeriksakan diri setiap bulan untuk melihat kondisi fungsi paru, menanyakan gejala, frekuensi serangan, serangan asma pada malam hari, gejala yang berhubungan dengan kegiatan.
Dilakukan juga pemeriksaan USG untuk melihat perkembangan janin intrauterine.
Hindari factor pencetus
Hindari factor pencetus seperti debu, rokok, bulu binatang, polusi dan udara dingin
Pendidikan
Pada ibu hamil harus diberikan pengetahuan tentang asma, cara menghindari factor pencetus dan anjuran meminum obat secara teratu. Mengajarkan tindakan apa jika muncul serangan.

Medikasi
1.       Inhalasi kortikosteroid ( Budesonide)->Dilaporkan pada ibu hamil bahwa inhalasi kortikosteroid bisa mencegah terjadinya eksaserbasi.
2.       Oral Kortikosteroid -> pemberian kortikosteroid secara sistemik dilaporkan bisa menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoscizis terutama pemberian pada trimester 1 sebanyak 0,1-0,3 % . Pemberian secara sistemik juga dilaporkan menyebabkan meningkatkan angka kejadian Preeklampsia, berat badan lahir bayi rendah dan premature, namun ini belum bisa dipastikan apakah penyebabnyadari penyakit asmanya sendiri atau obat2an yang diminum
3.       Short acting Broncodilator -> direkomendasikan Albuterol
4.       Long acting B agonist ->  salmetrol dan Fotmetrol
5.       Theophylinne -> sebagai terapitambahan untuk inhalasi kortikosteroid
6.       Antihistamin -> efek untuk alergi yang menyebabkan asma
7.       Dekongestan -> terapi synmpomatik untuk alergi sal. Nafas atas
8.       Immunoterapi -> diberikan secara regular untuk mengurangi sensitivitas terhadap allergen
Persalinan

Manajemen Obstetri
Untuk persalinan normal dapat dilakukan induksi dengan oksitosin dan juga untuk mengurangi perdarahan. Dapat diberikan intravaginal atau intracervical gel yang tidak akan menyebabkan bronkospasme. Umumnya gejala asma berkurang bahkan menghilang pada saat persalinan.

Manajemen Operasi
Anestesi harus melakukan evauasi terhadap fungsi paru ibu, menanyakan serangan asma, obat-obat yang diminum selama hamil. Tanyakan secara detail tentang :
1.       Kapan terakhir menderita infeksi saluran nafas
2.       Factor alergi
3.       Factor pencetus terjadinya asma
4.       Pemakaian obat termasuk obat yang dipakai saat terjadinya serangan asma
5.       Kejadian sesak nafas pada saat malam dan pagi
Pada kasus asma berat harus diperiksa BGA dan test fungsi paru

Manajemen perioperative
1.       Inhalasi B2 agonist -> terapi bronkospasme
2.       Prednisolone 40-60 mg perhari atau hidrokortison 100 mg/8 jam/iv . jika FEV1 kurang dari 80% harus diberikan kortikosteroid
3.       Antibiotic untuk infeksi
4.       Koreksi cairan -> pemberian dosis tinggi B2 agonist akan menyebabkan Hiperkalemia dan hipermagnesemia
5.       Propilaksis dengan Cromolyn -> mencegah degranulasi sel mast dan mencegah pelepasan mediator inflamasi
6.       Lakukan chest fisioterapi
7.       Cor pulmonale harus diterapi
8.       Berhenti merokok untuk mengurangi karboksihemoglobin
Pemilihan Teknik Anestesi

Hiperreaktivitas bronkial pada asma merupakan resiko akan terjadinya bronkospasme perioperative. Kejadian ancaman kematian pada waktu anestesi antara 0,17-4,2 % . dengan anestesi umum tanpa intubasi atau dengan intubasi akan menyebabkan penurunan tonus palatal dan otot faring karena penurunan dari volume paru dan bertambahnya sekresi dinding saluran nafas. Pada asama sebaiknya dihindari perangsangan daerah saluran nafas karena dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas .

Anestesi Umum
Apabila tidak dapat melakukan regional anestesi maka dilakukan anestesi umum dengan memberikan propilaktif antibiotic dan tindakan anestesi umum dilakukan karena keadaan emergency.

Anestesi umum tidak boleh dikerjakan apabila :
-          Pada ibu yang tidak puasa
-          Ada gastroesofageal reflux
-          Ibu yang sangat obesitas
-          Ada bowel obstruksi
-          Gastroparesis
Sebaiknya tidak dilakukan intubasi jika memungkinkan , apabila perlu intubasi harus dilakukan :
-          Tekan cricoid pada saat intubasi
-          Hindari aspirasi
-          Berikan B2 agonist nebulizer sebelum intubasi


Induksi
-          Dengan short acting hipnotik sedative : oxy lebih baik dari thiobarbiturate karena sedikit pelepasan histamine
-          Ketamine cocok tetapi tidak disenangi
-          Propofol cocok dan disenangi
Neuromuscular blok
-          Menyebabkan pelepasan histamine
-          Diberikan secara pelan-pelan
-          Secara umum aman
-          Vecuronium, rocuronium pancuronium aman
-          Pemberian atracurium dan mivacuronium harus hati2 karena dapat menyebabkan bronkokonstriksi tergantung dosis yang dipakai.
-          Hindari reverse, karena neostigmine dapat menimbulkan bradikardi dan bertambahnya sekresi
Gas Anestesi
-          Hindari pemakaian Ether-> iritasi saluran nafas
-          Halotan, sevofluran dan desflurane sangat baik untuk bronkodilator, sevoflurane kurang mengiritasi saluran nafas. Jadi pilihan terbaik adalah sevoflurane

Regional anestesi
Bisa dilakukan spinal anestesi atau epidural anestesi karena regional anestesi lebihbaik daripada anestesi umum pada asma.

Epidural anestesi
-          Dapat mengurangi kebutuhan oksigen (oksigen consumption) dan ventilasi permenit selama kala 1 dan 2
-          Sangat baik untuk penderita asma
-          Pemberian 2% lidokain pada epidurale kontiniu dapat menghilangkan wheezing secara bertahap dan hilang setelah 155 menit.

Spinal anestesi
-          Ada gangguan motoric
-          Tindakan lebih mudah dibanding epidural
-          Kadang terjadi sakit kepala
Pada penelitian didapatkan pada ibu asma yang dilakukan SC mengalamikeamtian 1:2500 dan persalinan pervaginame 1: 10000.


( Sumber : Anestesi Obstetri, Asthma in pregnancy, Healthy pregnancy for women with asthma)

No comments:

Post a Comment