Friday, 11 February 2011

Penaklukan Ikhwan Di Eropa (2)



Setelah kepimpinan Ramadan di IGD berlangsung selama sepuluh tahun, Fazal Yazdani—seorang Pakistan—menggantikannya sebentar. Kemudian naiklah Ghaleb Himmat, seorang Suriah dengan kewarganegaraan Italia, yang mengambil estafet kepengurusan. Selama kepengurusan yang panjang (1973-2002), Himmat bolak-balik antara Italia, Austria, Jerman, Swiss dan Amerika Serikat.

Himmat adalah salah satu pendiri Bank al-Taqwa, yang oleh dijuluki oleh intelijen Italia, "Bank Ikhwan". Himmat dilaporkan sering membantu Youssef Nada, salah seorang dalam bidang keuangan Ikhwan, mengelola Al-Taqwa dan web perusahaan yang berkantor pusat di Swiss, Liechtenstein, dan Bahama. Baik Himmat dan Nada dilaporkan menyalurkan sejumlah besar dana untuk kelompok-kelompok seperti Hamas dan Front Keselamatan Islam Aljazair.

Pada bulan November 2001, Departemen Keuangan AS menyebut Himmat dan Nada sebagai pemodal terorisme. Menurut intelijen Italia, Jaringan Al-Taqwa juga membiayai beberapa pusat-pusat Islam di seluruh Eropa dan juga banyak publikasi Islam, termasuk Risalatul Ikhwan, majalah resmi Ikhwan. Setelah tuduhan itu, Himmat mengundurkan diri dari kursi kepresidenan IGD. Penggantinya adalah Ibrahim el-Zayat, 36 tahun, keturunan Mesir dan pemimpin karismatik banyak organisasi mahasiswa.

Fakta bahwa Ramadhan dan Himmat adalah salah satu anggota yang paling populer dalam waktu setengah abad terakhir memperlihatkan hubungan antara IGD dan Ikhwan. Selain itu, laporan yang dikeluarkan oleh badan-badan intelijen internal dari berbagai negara bagian Jerman secara terbuka menyebut bahwa IGD adalah sebuah cabang dari Ikhwan. Secara khusus, menurut salah satu laporan intelijen, Ikhwan telah mendominasi IGD sejak awal.

Ikhwan diberitakan mensponsori pembangunan Islamic Center di Munich pada tahun 1960. Proyek ini dibantu oleh sumbangan besar dari para penguasa Timur Tengah seperti Raja Fahd dari Arab Saudi yang, menurut artikel Sueddeutsche Zeitung tahun 1967, menyumbangkan 80.000 marks. Kementerian Dalam Negeri Nordrhein-Westfalen menyatakan bahwa Islamic Center Munich telah menjadi salah satu markas Ikhwan di Eropa. Al-Islam, sebuah majalah, juga menurut sebuah dokumen intelijen Italia dibiayai oleh Bank al-Taqwa. Menurut menteri dalam negeri Baden-Württemberg, Al-Islam menunjukkan secara eksplisit bagaimana Ikhwan Jerman menolak konsep negara sekuler. Isi majalah edisi Februari 2002, misalnya, menyatakan:

“… Dalam jangka panjang, umat Islam tidak bisa puas dengan penerimaan keluarga Jerman, perkebunan, dan hukum pengadilan. ... Muslim harus menemukan kesepakatan antara Muslim dan negara Jerman dengan tujuan suatu yurisdiksi yang terpisah bagi Muslim.”

IGD merupakan cabang utama dari Ikhwan Mesir di Jerman. Tetapi IGD juga contoh klasik tentang bagaimana Ikhwan menjadi kekuatan di Eropa. IGD telah tumbuh secara signifikan selama bertahun-tahun, dan sekarang menggabungkan puluhan organisasi Islam di seluruh negeri. Pusat-pusat Islam dari lebih dari tiga puluh kota di Jerman telah bergabung dalam satu payung. Hari ini, kekuatan nyata IGD terletak pada kerjasama dengan sponsor; para pemuda Islam dan organisasi mahasiswa di seluruh Jerman.

Fokus pada organisasi pemuda dicetuskan setelah suksesi Zayat. Zayat memahami pentingnya fokus pada generasi Muslim Jerman berikutnya dan melakukan rekrutmen untuk mendapatkan Muslim muda yang terlibat dalam organisasi Islam. Pihak berwenang Jerman secara terbuka mengatakan bahwa dia adalah anggota Ikhwan. Mereka juga menghubungkannya dengan Majelis Pemuda Muslim Dunia atau World Assemly of Muslim Youth (WAMY), sebuah organisasi non-pemerintah.

WAMY, yang berada di bawah naungan Liga Muslim Sedunia, memiliki tujuan "mempersiapkan para pemuda Muslim dengan keyakinan penuh dalam supremasi sistem Islam." Ini adalah organisasi pemuda Muslim terbesar di dunia dan bisa menghasilkan sumber daya yang bertanggung jawab.

Sementara Ikhwan Mesir memilih Munich sebagai basis operasi di Jerman, Ikhwan Suriah menetapkan berkantor pusat di Aachen, sebuah kota Jerman dekat perbatasan Belanda. Wilayah itu adalah bekas ibukota Carolingian, dengan universitas terkenal, dan kini menjadi rumah bagi penduduk Muslim yang besar termasuk keluarga Suriah terkemuka, Al-Attar. Attar pertama yang pindah ke Aachen adalah Issam, yang melarikan diri dari penganiayaan di negara asalnya pada tahun 1950-an ketika ia menjadi pemimpin Ikhwan Suriah.

Seiring berjalannya waktu, orang Islam dari negara-negara lain menjadikan masjid Bilal Attar di Aachen sebagai basis kegiatan mereka.

Basis Ikhwan di Aachen terus hubungan erat dengan rekan-rekan Mesir mereka. Sebagai contoh, menjodohkan anak-anaknya: anak Issam al-Attar menikahi putri Youssef Nada At-Taqwa. Namun demikian, mereka tetap menjaga jarak. Ikhwan Suriah tidak pernah bergabung dengan IGD. (sa/meforum/ikhwanweb)

No comments:

Post a Comment