Wednesday 21 April 2010

DERMATITIS POPOK

Definisi
Dermatitis popok adalah peradangan pada kulit yang ditutupi oleh popok yang disebabkan oleh overhidrasi kulit, maserasi, dan kontak yang terlalu lama dengan urin, feses serta sabun yang masih tertinggal pada popok. Sesuai dengan namanya, kelainan ini memang sangat berkaitan erat dengan penggunaan popok, baik popok kain ataupun popok disposable (sekali pakai).
Epidemiologi
Dermatitis popok sangat sering ditemukan pada bayi dan anak di bawah usia 3 tahun, dengan puncak insiden pada umur 9-12 bulan. Namun sebenarnya kelainan yang sama juga dapat dijumpai pada orang dewasa, terutama pada orang tua yang mengalami kelumpuhan ataupun mereka yang tidak dapat menahan atau mengontrol keinginan buang air besar maupun buang air kecilnya.
Setiap anak yang menggunakan popok, maka berpotensi untuk menderita dermatitis popok. Berdasarkan penelitian Philipp dkk, seperti yang dipublikasikan dalam The ALSPAC Survey team British Journal of General Practice pada bulan Agustus 1997, dikatakan semua anak akan menderita dermatitis popok minimal satu kali selama masa kanak-kanaknya. Sementara di Indonesia memang belum tersedia data mengenai kelainan ini.
Etiologi dan Faktor Resiko
Tidak semua anak yang memakai popok akan menderita dermatitis popok ini, namun memang memiliki kerentanan akan mengalaminya. Banyak hal yang mempengaruhi timbulnya dermatitis popok ini, namun sebenarnya hal utama yang mendasarinya adalah faktor iritasi. Iritasi ini terjadi terutama karena adanya kontak dengan urin/ air seni dalam jangka waktu lama akibat pemakaian sebuah popok yang berkepanjangan. Selain itu, iritasi juga disebabkan oleh:
a. Gesekan kulit dengan bahan popok. Hal ini akan semakin berat pada bayi/ anak yang gemuk apalagi bila ukuran popok yang digunakan tidak sesuai dengan yang seharusnya (terlalu kecil)
b. Enzim yang terdapat di feses ( tinja/ kotoran ) bayi/ anak
c. Pemakaian deterjen dan pelembut pakaian ( jika kurang bersih saat melakukan pembilasan waktu mencuci popok kain )
d. Diare. Perlu diketahui juga, ternyata angka kejadian dermatitis popok akan meningkat jika bayi atau anak menderita diare. Penggunaan susu kaleng (pengganti air susu ibu) juga mempertinggi resiko terjadinya dermatitis popok.
Selain faktor iritasi, ternyata kelainan kulit yang terjadi dapat pula diperberat dengan adanya infeksi sekunder oleh kuman dan jamur. Kuman/ bakteri yang sering menginfeksi adalah jenis Staphylococcus aureus, sedangkan jamurnya berasal dari golongan Candida albicans. Sebenarnya kedua jenis mikroorganisme ini secara normal dapat ditemukan di daerah selangkangan dan sekitar alat kelamin, bahkan ragi Candida albicans juga normal terdapat di saluran pencernaan. Infeksi sekunder biasanya sudah terjadi dalam waktu 48-72 jam setelah timbulnya kelainan di daerah popok secara primer akibat iritasi penggunaan popok saja. Pada kulit yang normal dan utuh, maka kedua mikroorganisme ini tidak akan menimbulkan penyakit. Namun adanya faktor iritasi yang telah dijelaskan di atas terlebih dahulu, dimana kulit akan mengalami peradangan awal maka infeksi inipun dapat dengan lebih mudah terjadi.
Patofisiologi
Peningkatan kelembapan pada daerah yang ditutupi popok membuat kulit rentan menjadi rusak oleh proses fisik, kimia dan enzimatik. Kulit yang lembab meningkatkan penetrasi oleh bahan iritan. Superhydration urease enzyme ditemukan pada stratum korneum yang membebaskan ammonia dari cutaneous bacteria. Urease ini merupakan iritan yang ringan pada kulit yang tidak intak. Lipase dan protease pada feses yang bercampur urin pada kulit nonintak membuat pH menjadi basa sehingga menambah iritasi (Feses pada bayi yang menyusui mempunyai pH yang rendah sehingga kurang rentan terhadap dermatitis popok). Garam empedu pada feses meningkatkan aktivitas fecal enzymes sehingga memperberat iritasi.
Candida albicans telah diidentifikasi sebagai faktor lain yang berperan pada dermatitis popok. Infeksi sering terjadi setelah 48-72 jam erupsi aktif. Candida albicans telah diisolasi dari area perineal pada 92% anak-anak dengan dermatitis popok. Agen mikrobial lainnya juga ditemukan dengan frekuensi yang sedikit dan ini berperan sebagai infeksi sekunder.
Diagnosis
Anamnesis
1. Anak-anak dengan riwayat eczema atau dermatitis atopi lebih rentan menderita dermatitis popok.
2. Riwayat makanan. Makanan yang rendah biotin dapat mengakibatkan eritema perioral, keterlambatan pertumbuhan, rambut rontok dan hipotoni ( rentan terhadap dermatitis popok).
3. Kekurangan zinc-binding ligands di usus seperti autosomal recessive disorder acrodermatitis enteropathica, mengakibatkan trias rambut rontok, dermatitis dan diare. Secara umum, kekurangan zinc berhubungan dengan alopesia dan dermatitis popok.
4. Status imun. Pasien dengan immunocompromise rentan terinfeksi Candida albicans dan bacterial superinfection lainnya.
Pemeriksaan Fisik
1. Kulit di daerah popok eritem, sering dengan papulovesicular, bullous lesions, fissure dan erosi. Erusi dapat soliter ataupun konfluen dari bawah umbilicus sampai paha meliputi genitalia, perineum dan bokong.
2. Jika disertai dengan infeksi sekunder oleh jamur candida, maka biasanya dapat ditemukan lesi/ kelainan yang berukuran lebih kecil di sekitar lesi utama, dinamakan sebagai lesi satelit.
3. Infeksi sekunder oleh kuman seringkali ditandai dengan timbulnya cairan nanah.


Penatalaksanaan
Prinsip yang harus diingat adalah jaga agar kulit tetap kering. Untuk itu sebaiknya:
a. Gantilah segera popok yang basah dengan popok yang bersih dan kering. Hal yang harus disiapkan untuk mengganti popok sekali pakai: kapas/ tisu basah/ lap kain, baskom kecil berisi air matang untuk mencuci pantat bayi, handuk kecil berbahan lembut (untuk mengeringkan pantat bayi setelah dibersihkan), popok bersih, bila diperlukan, Ibu juga bisa menyiapkan krim untuk mencegah iritasi popok. Cara mengganti popok sekali pakai, buka pakaian atau celananya agar tidak kotor, lepaskan popok dengan melipat ke arah belakang (agar bagian yang kotor tidak menempel ke bayi Ibu), gunakan bagian depannya untuk membersihkan kotoran bayi, lindungi alat vital bayi Ibu dari kotorannya dengan kain bersih, biarkan popok berada di bawah pantat, mungkin saja kotorannya keluar lagi, baru singkirkan, angkat kedua kaki bayi sampai pantatnya terangkat lalu bersihkan area pantat hingga ke bagian depan dengan tisu atau lap basah yang lembut. Jika bayi Ibu perempuan, seka dari depan ke belakang menjauhi vagina untuk menghindari infeksi. Setelah pantat bayi dibersihkan dan dikeringkan, letakkan bagian popok yang bertali di bawah pantat bayi. Lipat ke atas bagian depan popok hingga menutup kemaluan bayi. Simpulkan talinya di tengah. Atau gunakan peniti bayi. Ganti pakaian bayi Ibu, dan jangan lupa mencuci tangan setelahnya.
b. Saat mengganti popok, sebaiknya bersihkan daerah popok, cukup dengan air hangat dan keringkan dengan lembut dan jangan digosok. Usahakan agar daerah popok terkena angin selama kurang lebih 5 menit sebelum bayi dipakaikan popok yang baru.
c. Hindari pemakaian tissue basah terlalu sering karena mengandung alkohol yang juga dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
d. Gunakan salep yang diberikan dokter untuk mencegah dan mengobati jika dermatitis popok itu telah terjadi.
Terapi pilihan untuk dermatitis popok adalah zinc oksida atau produk lain yang mengandung zinc oksida. Zinc oksida adalah pengobatan yang murah dengan keuntungan:
a. Antiseptik and astringen
b. Berperan penting dalam penyembuhan luka
c. Berisiko rendah terhadap alergi dan dermatitis kontak
Jika candidiasis menjadi tersangka atau dibuktikan dengan sediaan KOH atau kultur, merupakan indikasi pemberian antifungal agent. Ruchir Agrawal, MD, Chief Allergy and Immunology, Aurora Sheboygan Clinicis mempunyai pengalaman bagus menggunakan hydrocortisone cream (1%) 2 kali sehari dan antifungal (nystatin cream, powder atau ointment; clotrimazole 1% cream; econazole nitrate cream; miconazole 2% ointment; atau amphotericin cream or ointment) cream setelah setiap mengganti popok atau sekurang-kurangnya 4 kali perhari. Jika inflamasi yang berat terjadi hydrocortisone 1% dapat digunakan pada 1-2 hari pertama. Hindari penggunaan steroid topical potensi kuat yang dikombinasikan seperti clotrimazole/betamethasone dan nystatin/triamcinolone.
Komplikasi
Jika tidak diobati atau diabaikan maka dapat terjadi:
1. Disuria, yaitu rasa sakit yang timbul saat buang air kecil
2. Retensio urine, yaitu tidak bisa buang air kecil. Hal ini biasanya terjadi karena adanya rasa sakit, maka anak akan menahan keinginannya untuk buang air kecil.

No comments:

Post a Comment